URBANISASI DUNIA KETIGA
Pengertian
urbanisasi menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia adalah, suatu proses kenaikan
proporsi jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Selain itu dalam
ilmu lingkungan, urbanisasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengkotaan
suatu wilayah. Proses pengkotaan ini dapat diartikan dalam dua pengertian.
Pengertian pertama, adalah merupakan suatu perubahan secara esensial unsur
fisik dan sosial-ekonomi-budaya wilayah karena percepatan kemajuan ekonomi.
Contohnya adalah daerah Cibinong dan Bontang yang berubah dari desa ke kota
karena adanya kegiatan industri. Pengertian kedua adalah banyaknya penduduk
yang pindah dari desa ke kota, karena adanya penarik di kota, misal kesempatan
kerja.
Pengertian
lain dari urbanisasi, dikemukakan oleh Dr. PJM Nas dalam bukunya Pengantar
Sosiologi Kota yaitu Kota Didunia Ketiga. Pada pengertian pertama diutarakan
bahwa urbanisasi merupakan suatu proses pembentukan kota, suatu proses yang
digerakkan oleh perubahan struktural dalam masyarakat sehingga daerah-daerah yang
dulu merupakan daerah pedesaan dengan struktur mata pencaharian yang agraris
maupun sifat kehidupan masyarakatnya lambat laun atau melalui proses yang
mendadak memperoleh sifat kehidupan kota. Pengertian kedua dari urbanisasi
adalah, bahwa urbanisasi menyangkut adanya gejala perluasan pengaruh kota ke
pedesaan yang dilihat dari sudut morfologi, ekonomi, sosial dan psikologi.
Dari
beberapa pengertian mengenai urbanisasi yang diuraikan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pengertian urbanisasi adalah merupakan suatu proses perubahan
dari desa ke kota yang meliputi wilayah/ daerah beserta masyarakat di dalamnya
dan dipengaruhi oleh aspek- aspek fisik/ morfologi, sosial, ekonomi, budaya,
dan psikologi masyarakatnya.
Maraknya
pembangunan di kota-kota besar di Indonesia dapat memacu pertumbuhan ekonomi.
Sebagai dampaknya, kota-kota tersebut akan menjadi magnet bagi penduduk untuk
berdatangan mencari pekerjaan dan bertempat tinggal. Hal ini sering disebut
dengan urbanisasi. Namun urbanisasi ini menimbulkan berbagai macam masalah
karena tidak ada pengendalian di dalamnya. Masalah ini lah yang dihadapi Negara
Indonesia saat ini yaitu pertumbuhan konsentrasi penduduk yang tinggi. Lebih
buruk lagi, hal ini tidak diikuti dengan kecepatan yang sebanding dengan perkembangan
industrialisasi. Masalah ini akhirnya menimbulkan fenomena yaitu urbanisasi
berlebih.
Adanya
urbanisasi yang berlebih ini telah menimbulkan berbagai masalah di Indonesia.
Tidak hanya menimbulkan masalah di kota yang dituju namun juga menimbulkan masalah
di desa yang ditinggalkan. Masalah yang terjadi kota antara lain yaitu
meningkatnya angka kemiskinan sehingga pemukiman kumuhnya juga meningkat,
peningkatan urban crime dan masih banyak masalah lain. Di desa juga akan timbul
masalah diantaranya yakni berkurangnya sumber daya manusia karena penduduknya
telah pergi ke kota, desa akhirnya tidak mengalami perkembangan yang nyata.
Urbanisasi
dipicu adanya perbedaan pertumbuhan atau ketidakmerataan fasilitas pembangunan,
khususnya antara daerah pedesaan dan perkotaan. Akibatnya, wilayah perkotaan
menjadi magnet menarik bagi kaum urban untuk mencari pekerjaan. Dengan
demikian, urbanisasi sejatinya merupakan suatu proses perubahan yang wajar
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk atau masyarakat (Stark, 1991).
Kondisi
perkotaan yang semakin tidak terkendali akibat adanya urbanisasi yang berlebih,
telah menimbulkan berbagai masalah baru seperti meningkatnya kriminalitas
akibat kemiskinan, pengangguran besar-besaran, bertambahnya pemukiman kumuh,
dan lain sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan penyelesaian atas masalah ini
agar tidak masalah ini tidak berkelanjutan.
A.
Pengaruh Urbanisasi Pada Lingkungan
Perkotaan
Latar
belakang terjadinya urbanisasi pada negara industri maju dengan negara yang
berkembang mempunyai beberapa perbedaan yang terdiri dari:
1.
Negara
Industri Maju.
Pada
negara industri maju, urbanisasi dimulai sejak industrialisasi, jadi industri
merupakan titik tolak terjadinya urbanisasi. Penduduk kota meningkat lebih
lambat dibandingkan di negara berkembang sedangkan pertumbuhan kota relatif
lebih imbang (perbedaan tidak besar), sehingga dikatakan “proses urbanisasi
merupakan proses ekonomi”
2.
Negara
Sedang Berkembang
Urbanisasi
pada negara berkembang dimulai sejak PD II, urbanisasi merupakan titik tolak
terjadinya industri (kebalikan dari negara industri maju), penduduk kota
meningkat cepat sehingga urbanisasi tidak terbagi rata, semakin besar kotanya,
semakin cepat proses urbanisasinya, adanya konsep “Primate City”., sehingga
dikatakan “proses urbanisasi bersifat demografi”. Hal ini lah yang terjadi di
Indonesia saat ini, yaitu berduyun-duyunnya masyarakat desa ke kota sehingga
kota bertambah padat.
Faktor
penyebab adanya urbanisasi adalah karena adanya faktor utama yang klasik yaitu
kemiskinan di daerah pedesaan. Faktor utama ini melahirkan dua faktor penyebab
adanya urbanisasi yaitu:
a.
Faktor Penarik (Pull Factors)
Alasan
orang desa melakukan migrasi atau pindah ke kota didasarkan atas beberapa
alasan, yaitu:
1)
Lahan
pertanian yang semakin sempit
2)
Merasa
tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
3)
Menganggur
karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
4)
Terbatasnya
sarana dan prasarana di desa, misalnya sarana hiburan yang belum memadai
5)
Diusir
dari desa asal, sehingga ke kota menjadi tujuan.
6)
Memiliki
impian kuat menjadi orang kaya, karena tingkat upah di kota lebih tinggi
7)
Melanjutkan
sekolah, karena di desa fasilitas atau mutunya kurang
8)
Pengaruh
cerita orang, bahwa hidup di kota gampang cari pekerjaan, atau mudahnya membuka
usaha kecil-kecilan
9)
Kebebasan
pribadi lebih luas
10) Adat atau agama lebih longgar
b.
Faktor
Pendorong (Push Factors)
Di sisi
lain kota mempunyai daya tarik, di pihak lain keadaan tingkat hidup di desa
umumnya mempercepat proses urbanisasi tersebut, hal ini menjadi faktor
pendorong timbulnya urbanisasi. Faktor pendorong yang dimaksud diantaranya
adalah:
(1) Keadaan desa yang umumnya mempunyai
kehidupan yang statis (tidak mengalami perubahan yang sangat lambat). Hal ini
bisa terjadi karena adat istiadat yang masih kuat atau pun pengaruh agama.
(2) Keadaan kemiskinan desa yang
seakan-akan abadi
(3) Lapangan kerja yang hampir tidak ada
karena sebagian besar hidup penduduknya hanya bergantung dari hasil pertanian
(4) Pendapatan yang rendah yang di desa
(5) Keamanan yang kurang
(6) Fasilitas pendidikan sekolah atau
pun perguruan tinggi yang kurang berkualitas
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa faktor utama penyebab timbulnya urbanisasi yang paling kuat adalah faktor ekonomi (menjadi motif utama para migran), selain itu disusul dengan faktor tingkat pendidikan. Penyebab lain dari terjadinya urbanisasi adalah karena terjadinya “overruralisasi” yaitu tingkat dan cara produksi di pedesaan terdapat terlalu banyak orang.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa faktor utama penyebab timbulnya urbanisasi yang paling kuat adalah faktor ekonomi (menjadi motif utama para migran), selain itu disusul dengan faktor tingkat pendidikan. Penyebab lain dari terjadinya urbanisasi adalah karena terjadinya “overruralisasi” yaitu tingkat dan cara produksi di pedesaan terdapat terlalu banyak orang.
Dampak
yang Ditimbulkan Urbanisasi
Akibat
dari meningkatnya proses urbanisasi menimbulkan dampak-dampak terhadap
lingkungan kota, baik dari segi tata kota, masyarakat, maupun keadaan
sekitarnya. Dampak urbanisasi terhadap lingkungan kota antara lain:
1.
Dampak
positif
Pandangan
yang positif terhadap urbanisasi, melihat urbanisasi sebagai usaha pembangunan
yang menyeluruh, tidak terbatas dalam pagar administrasi kota. Selain itu kota
dianggap sebagai “agen modernisasi dan perubahan”. Mereka melihat kota sebagai
suatu tempat pemusatan modal, keahlian, daya kreasi dan segala macam fasilitas
yang mutlak diperlukan bagi pembangunan.
Tanggapan
lain adalah bahwa kita tidak mungkin membayangkan bagaimana pertumbuhan dan
keadaan Jakarta sekarang ini dan juga pusat-pusat industri di dunia lainnya
bisa tercapai bila seandainya tidak ada urbanisasi
Kelompok
tertentu berpendapat bahwa proses urbanisasi hanyalah suatu fenomena temporer
yang tidak menghambat pembangunan. Dan menekankan bahwa kota merupakan suatu
“leading sector” dalam perubahan ekonomi, sosial dan politik. Urbanisasi
merupakan variable independen yang memajukan pembangunan ekonomi.
2.
Dampak
negative
Di
Indonesia, persoalan urbanisasi sudah dimulai dengan digulirkannya beberapa
kebijakan 'gegabah' orde baru. Pertama, adanya kebijakan ekonomi makro
(1967-1980), di mana kota sebagai pusat ekonomi. Kedua, kombinasi antara
kebijaksanaan substitusi impor dan investasi asing di sektor perpabrikan
(manufacturing), yang justru memicu polarisasi pembangunan terpusat pada
metropolitan Jakarta. Ketiga, penyebaran yang cepat dari proses mekanisasi
sektor pertanian pada awal dasawarsa 1980-an, yang menyebabkan kaum muda dan
para sarjana, enggan menggeluti dunia pertanian atau kembali ke daerah asal.
Arus
urbansiasi yang tidak terkendali ini dianggap merusak strategi rencana
pembangunan kota dan menghisap fasilitas perkotaan di luar kemampuan
pengendalian pemerintah kota. Beberapa akibat negatif tersebut akan meningkat
pada masalah kriminalitas yang bertambah dan turunnya tingkat kesejahteraan.
Dampak
negatif lainnnya yang muncul adalah terjadinya “overurbanisasi” yaitu dimana
prosentase penduduk kota yang sangat besar yang tidak sesuai dengan
perkembangan ekonomi negara. Selain itu juga dapat terjadi “underruralisasi”
yaitu jumlah penduduk di pedesaan terlalu kecil bagi tingkat dan cara produksi
yang ada.
Pada
saat kota mendominasi fungsi sosial, ekonomi, pendidikan dan hirarki urban. Hal
ini menimbulkan terjadinya pengangguran dan underemployment. Kota dipandang
sebagai inefisien dan artificial proses “pseudo-urbanisastion”. Sehingga
urbanisasi merupakan variable dependen terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dampak
negatif lainnya yang ditimbulkan oleh tingginya arus urbanisasi di Indonesia
adalah sebagai berikut :
a.
Semakin
minimnya lahan kosong di daerah perkotaan. Pertambahan penduduk kota yang
begitu pesat, sudah sulit diikuti kemampuan daya dukung kotanya. Saat ini,
lahan kosong di daerah perkotaan sangat jarang ditemui. ruang untuk tempat
tinggal, ruang untuk kelancaran lalu lintas kendaraan, dan tempat parkir sudah
sangat minim. Bahkan, lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) pun sudah tidak ada
lagi. Lahan kosong yang terdapat di daerah perkotaan telah banyak dimanfaatkan
oleh para urban sebagai lahan pemukiman, perdagangan, dan perindustrian yang
legal maupun ilegal. hal ini menyebabkan semakin minimnya lahan kosong di
daerah perkotaan.
b.
Menambah
polusi di daerah perkotaan. Pertambahan kendaraan bermotor yang membanjiri kota
yang terus menerus, menimbulkan berbagai polusi atau pemcemaran seperti polusi
udara dan kebisingan atau polusi suara bagi telinga manusia. Ekologi di daerah
kota tidak lagi terdapat keseimbangan yang dapat menjaga keharmonisan
lingkungan perkotaan.
c.
Penyebab
bencana alam. Para urban yang tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal
biasanya menggunakan lahan kosong di pusat kota maupun di daerah pinggiran
Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk mendirikan bangunan liar baik untuk pemukiman
maupun lahan berdagang mereka. Hal ini tentunya akan membuat lingkungan
tersebut yang seharusnya bermanfaat untuk menyerap air hujan justru menjadi
penyebab terjadinya banjir. Daerah Aliran Sungai sudah tidak bisa menampung air
hujan lagi.
d.
Pencemaran
yang bersifat sosial dan ekonomi. Kepergian penduduk desa ke kota untuk mengadu
nasib tidaklah menjadi masalah apabila masyarakat mempunyai keterampilan
tertentu yang dibutuhkan di kota. Namun, kenyataanya banyak diantara mereka
yang datang ke kota tanpa memiliki keterampilan kecuali bertani. Oleh karena
itu, sulit bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka terpaksa
bekerja sebagai buruh harian, penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang
becak, masalah pedagang kaki lima dan pekerjaan lain yang sejenis. Hal ini
akhitnya akan meningkatkan jumlah pengangguran di kota yang menimbulkan
kemiskinan dan pada akhirnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, orang –
orang akan nekat melakukan tindak kejahatan seperti mencuri, merampok bahkan
membunuh. Ada juga masyarakat yang gagal memperoleh pekerjaan sejenis itu
menjadi tunakarya, tunawisma, dan tunasusila.
e.
Penyebab
kemacetan lalu lintas. Padatnya penduduk di kota menyebabkan kemacetan
dimana-mana, ditambah lagi arus urbanisasi yang makin bertambah, sehingga kota
yang awalnya sudah macet bertambah macet. Selain itu tidak sedikit para urban
memiliki kendaraan sehingga menambah volum kendaraan di setiap ruas jalan di
kota.
f. Merusak
tata kota. Pada negara berkembang, kota-kotanya tidak siap dalam menyediakan
perumahan yang layak bagi seluruh populasinya. Apalagi para migran tersebut
kebanyakan adalah kaum miskin yang tidak mampu untuk membangun atau membeli
perumahan yang layak bagi mereka sendiri. Akibatnya timbul perkampungan kumuh
dan liar di tanah-tanah pemerintah. Urban yang mendirikan pemukiman liar di
pusat kota serta gelandangan-gelandangan di jalan-jalan bisa merusak sarana dan
prasarana yang telah ada, misalnya trotoar yang seharusnya digunakan oleh
pedestrian justru digunakan sebagai tempat tinggal oleh para urban.
Masalah
urbanisasi ini dapat ditangani dengan memperlambat laju pertumbuhan populasi
kota yaitu diantaranya dengan membangun desa , adapun program-program yang
dikembangkan diantaranya:
1.
intensifikasi
pertanian
2. Mengurangi/
membatasi tingkat pertambahan penduduk lewat pembatasan kelahiran, yaitu
program Keluarga Berencana
3.
Memperluas
dan mengembangkan lapangan kerja dan tingkat pendapatan di pedesaan
4.
Program
pelaksanaan transmigrasi
5.
Penyebaran
pembangunan fungsional di seluruh wilayah
6.
Pengembangan
teknologi menengah bagi masyarakat desa
7.
Pemberdayaan
potensi utama desa
8.
Perlu
dukungan politik dari pemerintah, diantaranya adanya kebijakan seperti
reformasi tanah
Berdasarkan
kebijakan tersebut, maka yang yang berperan adalah pemerintah setempat dalam
penerapannya. Pemerintah daerah perlu berbenah diri dan perlu mengoptimalkan
seluruh potensi ekonomi yang ada di daerah, sehingga terjadi kegiatan ekonomi
dan bisnis yang benarbenar berorientasi pada kepentingan warganya. Tapi bukan
berarti pemerintah daerah saja yang berperan, di tingkat pusat, pemerintah juga
perlu membuat kebijakan lebih adil dan tegas terkait pemerataan distribusi sumber
daya ekonomi.
B. Urbanisasi Asia Tenggara
Diskusi
tentang perkotaan di Asia Tenggara tidak bisa lepas dari sejumlah fakta yang
membingungkan. Secara keseluruhan, kawasan ini lambat proses urbanismenya, dan
tingkatnya pun secara keseluruhan juga lebih rendah dari kawasan lain. Di
kebanyakan Negara Asia Tenggara, sebagian besar angkatan kerja masih bergerak di produksi pertanian,
sebagian masyarakatnya masih berwawasan desa, yang menganggap tinggal di kota
sebagai hal yang istimewa. Tetapi, di kawasan ini terdapat kota-kota besar yang
berpenduduk jutaan orang, seperti
Jakarta, Manila dan Bangkok yang kontras dengan kesan sebagai masyarakat
Asia Tenggara yang masih berwawasan desa.
Semua kota besar Asia
Tenggara memiliki ciri “primate cities/kota utama” yang sangat menonjol.
Seperti dikatakan Chong (1976), semua ibukota di Asia Tenggara pastilah kota
terbesar di negaranya. Proses urbanisasi terkonsentrasi di kota-kota utama ini,
tempat bermukim bagi setengah dari semua penduduk perkotaan, dan tingkat
pertumbuhan penduduknya lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan penduduk kota
secara keseluruhan.
Di
Asia Tenggara dapat dibedakan dua pola utama urbanisme berkaitan dengan
pembentukan Negara, yaitu :
1. Kota-kota
dagang, umumnya terletak di daerah pesisir. Yang paling makmur dan paling
sentral posisinya di dalam jaringan perdagangan internasional adalah Malaka.
2. Kota-kota
suci di pedalaman, tempat kedudukan para raja, misalnya kota Angor.
Kedua macam kota ini
terintegrasi kedalam suatu system pembagian kerja, disitu kota dagang ialah
penyedia barang-barang impor dari luar negeri untuk konsumsi para elite,
sedangkan kota suci pedalaman memasok beras dan barang-barang lain untuk
konsumsi kota dagang.
Kota-kota dapat dikelompokkan atas
tiga kategori besar, yaitu :
1.
Kota dagang – simpul hubungan
perdagangan
2.
Kota-kota suci – pusat kerajaan
pedalaman
3.
Kota-kota kecil penghubung.
Kota - kota colonial.
Pada awalnya, kota
colonial lahir sebagai kota dagang guna memfasilitasi hubungan dagang dengan
kawasan sekitar, contohnya adalah Ambon, atau sebagai kota tandingan, misalnya
Batavia. Penjajahan daerah pedalaman masih sedikit dan hanya untuk tujuan
keamanan atau untuk tujuan monopoli produksi rempah-rempah seperti pada kasus
Maluku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar