Kamis, 18 Oktober 2012

Urbanisasi Dunia Ketiga



URBANISASI DUNIA KETIGA

Pengertian urbanisasi menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia adalah, suatu proses kenaikan proporsi jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Selain itu dalam ilmu lingkungan, urbanisasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengkotaan suatu wilayah. Proses pengkotaan ini dapat diartikan dalam dua pengertian. Pengertian pertama, adalah merupakan suatu perubahan secara esensial unsur fisik dan sosial-ekonomi-budaya wilayah karena percepatan kemajuan ekonomi. Contohnya adalah daerah Cibinong dan Bontang yang berubah dari desa ke kota karena adanya kegiatan industri. Pengertian kedua adalah banyaknya penduduk yang pindah dari desa ke kota, karena adanya penarik di kota, misal kesempatan kerja.
Pengertian lain dari urbanisasi, dikemukakan oleh Dr. PJM Nas dalam bukunya Pengantar Sosiologi Kota yaitu Kota Didunia Ketiga. Pada pengertian pertama diutarakan bahwa urbanisasi merupakan suatu proses pembentukan kota, suatu proses yang digerakkan oleh perubahan struktural dalam masyarakat sehingga daerah-daerah yang dulu merupakan daerah pedesaan dengan struktur mata pencaharian yang agraris maupun sifat kehidupan masyarakatnya lambat laun atau melalui proses yang mendadak memperoleh sifat kehidupan kota. Pengertian kedua dari urbanisasi adalah, bahwa urbanisasi menyangkut adanya gejala perluasan pengaruh kota ke pedesaan yang dilihat dari sudut morfologi, ekonomi, sosial dan psikologi.
Dari beberapa pengertian mengenai urbanisasi yang diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian urbanisasi adalah merupakan suatu proses perubahan dari desa ke kota yang meliputi wilayah/ daerah beserta masyarakat di dalamnya dan dipengaruhi oleh aspek- aspek fisik/ morfologi, sosial, ekonomi, budaya, dan psikologi masyarakatnya.
Maraknya pembangunan di kota-kota besar di Indonesia dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Sebagai dampaknya, kota-kota tersebut akan menjadi magnet bagi penduduk untuk berdatangan mencari pekerjaan dan bertempat tinggal. Hal ini sering disebut dengan urbanisasi. Namun urbanisasi ini menimbulkan berbagai macam masalah karena tidak ada pengendalian di dalamnya. Masalah ini lah yang dihadapi Negara Indonesia saat ini yaitu pertumbuhan konsentrasi penduduk yang tinggi. Lebih buruk lagi, hal ini tidak diikuti dengan kecepatan yang sebanding dengan perkembangan industrialisasi. Masalah ini akhirnya menimbulkan fenomena yaitu urbanisasi berlebih.
Adanya urbanisasi yang berlebih ini telah menimbulkan berbagai masalah di Indonesia. Tidak hanya menimbulkan masalah di kota yang dituju namun juga menimbulkan masalah di desa yang ditinggalkan. Masalah yang terjadi kota antara lain yaitu meningkatnya angka kemiskinan sehingga pemukiman kumuhnya juga meningkat, peningkatan urban crime dan masih banyak masalah lain. Di desa juga akan timbul masalah diantaranya yakni berkurangnya sumber daya manusia karena penduduknya telah pergi ke kota, desa akhirnya tidak mengalami perkembangan yang nyata.
Urbanisasi dipicu adanya perbedaan pertumbuhan atau ketidakmerataan fasilitas pembangunan, khususnya antara daerah pedesaan dan perkotaan. Akibatnya, wilayah perkotaan menjadi magnet menarik bagi kaum urban untuk mencari pekerjaan. Dengan demikian, urbanisasi sejatinya merupakan suatu proses perubahan yang wajar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk atau masyarakat (Stark, 1991).
Kondisi perkotaan yang semakin tidak terkendali akibat adanya urbanisasi yang berlebih, telah menimbulkan berbagai masalah baru seperti meningkatnya kriminalitas akibat kemiskinan, pengangguran besar-besaran, bertambahnya pemukiman kumuh, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan penyelesaian atas masalah ini agar tidak masalah ini tidak berkelanjutan.
A.      Pengaruh Urbanisasi Pada Lingkungan Perkotaan
Latar belakang terjadinya urbanisasi pada negara industri maju dengan negara yang berkembang mempunyai beberapa perbedaan yang terdiri dari:
1.             Negara Industri Maju.
Pada negara industri maju, urbanisasi dimulai sejak industrialisasi, jadi industri merupakan titik tolak terjadinya urbanisasi. Penduduk kota meningkat lebih lambat dibandingkan di negara berkembang sedangkan pertumbuhan kota relatif lebih imbang (perbedaan tidak besar), sehingga dikatakan “proses urbanisasi merupakan proses ekonomi”
2.             Negara Sedang Berkembang
Urbanisasi pada negara berkembang dimulai sejak PD II, urbanisasi merupakan titik tolak terjadinya industri (kebalikan dari negara industri maju), penduduk kota meningkat cepat sehingga urbanisasi tidak terbagi rata, semakin besar kotanya, semakin cepat proses urbanisasinya, adanya konsep “Primate City”., sehingga dikatakan “proses urbanisasi bersifat demografi”. Hal ini lah yang terjadi di Indonesia saat ini, yaitu berduyun-duyunnya masyarakat desa ke kota sehingga kota bertambah padat.
Faktor penyebab adanya urbanisasi adalah karena adanya faktor utama yang klasik yaitu kemiskinan di daerah pedesaan. Faktor utama ini melahirkan dua faktor penyebab adanya urbanisasi yaitu:
a.          Faktor Penarik (Pull Factors)
Alasan orang desa melakukan migrasi atau pindah ke kota didasarkan atas beberapa alasan, yaitu:
1)        Lahan pertanian yang semakin sempit
2)        Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
3)        Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
4)        Terbatasnya sarana dan prasarana di desa, misalnya sarana hiburan yang belum memadai
5)        Diusir dari desa asal, sehingga ke kota menjadi tujuan.
6)        Memiliki impian kuat menjadi orang kaya, karena tingkat upah di kota lebih tinggi
7)        Melanjutkan sekolah, karena di desa fasilitas atau mutunya kurang
8)        Pengaruh cerita orang, bahwa hidup di kota gampang cari pekerjaan, atau mudahnya membuka usaha kecil-kecilan
9)        Kebebasan pribadi lebih luas
10)    Adat atau agama lebih longgar
b.        Faktor Pendorong (Push Factors)
Di sisi lain kota mempunyai daya tarik, di pihak lain keadaan tingkat hidup di desa umumnya mempercepat proses urbanisasi tersebut, hal ini menjadi faktor pendorong timbulnya urbanisasi. Faktor pendorong yang dimaksud diantaranya adalah:
(1)      Keadaan desa yang umumnya mempunyai kehidupan yang statis (tidak mengalami perubahan yang sangat lambat). Hal ini bisa terjadi karena adat istiadat yang masih kuat atau pun pengaruh agama.
(2)      Keadaan kemiskinan desa yang seakan-akan abadi
(3)      Lapangan kerja yang hampir tidak ada karena sebagian besar hidup penduduknya hanya bergantung dari hasil pertanian
(4)      Pendapatan yang rendah yang di desa
(5)      Keamanan yang kurang
(6)      Fasilitas pendidikan sekolah atau pun perguruan tinggi yang kurang berkualitas
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa faktor utama penyebab timbulnya urbanisasi yang paling kuat adalah faktor ekonomi (menjadi motif utama para migran), selain itu disusul dengan faktor tingkat pendidikan. Penyebab lain dari terjadinya urbanisasi adalah karena terjadinya “overruralisasi” yaitu tingkat dan cara produksi di pedesaan terdapat terlalu banyak orang.
Dampak yang Ditimbulkan Urbanisasi
Akibat dari meningkatnya proses urbanisasi menimbulkan dampak-dampak terhadap lingkungan kota, baik dari segi tata kota, masyarakat, maupun keadaan sekitarnya. Dampak urbanisasi terhadap lingkungan kota antara lain:
1.        Dampak positif
Pandangan yang positif terhadap urbanisasi, melihat urbanisasi sebagai usaha pembangunan yang menyeluruh, tidak terbatas dalam pagar administrasi kota. Selain itu kota dianggap sebagai “agen modernisasi dan perubahan”. Mereka melihat kota sebagai suatu tempat pemusatan modal, keahlian, daya kreasi dan segala macam fasilitas yang mutlak diperlukan bagi pembangunan.
Tanggapan lain adalah bahwa kita tidak mungkin membayangkan bagaimana pertumbuhan dan keadaan Jakarta sekarang ini dan juga pusat-pusat industri di dunia lainnya bisa tercapai bila seandainya tidak ada urbanisasi
Kelompok tertentu berpendapat bahwa proses urbanisasi hanyalah suatu fenomena temporer yang tidak menghambat pembangunan. Dan menekankan bahwa kota merupakan suatu “leading sector” dalam perubahan ekonomi, sosial dan politik. Urbanisasi merupakan variable independen yang memajukan pembangunan ekonomi.
2.        Dampak negative
Di Indonesia, persoalan urbanisasi sudah dimulai dengan digulirkannya beberapa kebijakan 'gegabah' orde baru. Pertama, adanya kebijakan ekonomi makro (1967-1980), di mana kota sebagai pusat ekonomi. Kedua, kombinasi antara kebijaksanaan substitusi impor dan investasi asing di sektor perpabrikan (manufacturing), yang justru memicu polarisasi pembangunan terpusat pada metropolitan Jakarta. Ketiga, penyebaran yang cepat dari proses mekanisasi sektor pertanian pada awal dasawarsa 1980-an, yang menyebabkan kaum muda dan para sarjana, enggan menggeluti dunia pertanian atau kembali ke daerah asal.
Arus urbansiasi yang tidak terkendali ini dianggap merusak strategi rencana pembangunan kota dan menghisap fasilitas perkotaan di luar kemampuan pengendalian pemerintah kota. Beberapa akibat negatif tersebut akan meningkat pada masalah kriminalitas yang bertambah dan turunnya tingkat kesejahteraan.
Dampak negatif lainnnya yang muncul adalah terjadinya “overurbanisasi” yaitu dimana prosentase penduduk kota yang sangat besar yang tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi negara. Selain itu juga dapat terjadi “underruralisasi” yaitu jumlah penduduk di pedesaan terlalu kecil bagi tingkat dan cara produksi yang ada.
Pada saat kota mendominasi fungsi sosial, ekonomi, pendidikan dan hirarki urban. Hal ini menimbulkan terjadinya pengangguran dan underemployment. Kota dipandang sebagai inefisien dan artificial proses “pseudo-urbanisastion”. Sehingga urbanisasi merupakan variable dependen terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dampak negatif lainnya yang ditimbulkan oleh tingginya arus urbanisasi di Indonesia adalah sebagai berikut :
  a.            Semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan. Pertambahan penduduk kota yang begitu pesat, sudah sulit diikuti kemampuan daya dukung kotanya. Saat ini, lahan kosong di daerah perkotaan sangat jarang ditemui. ruang untuk tempat tinggal, ruang untuk kelancaran lalu lintas kendaraan, dan tempat parkir sudah sangat minim. Bahkan, lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) pun sudah tidak ada lagi. Lahan kosong yang terdapat di daerah perkotaan telah banyak dimanfaatkan oleh para urban sebagai lahan pemukiman, perdagangan, dan perindustrian yang legal maupun ilegal. hal ini menyebabkan semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan.
  b.            Menambah polusi di daerah perkotaan. Pertambahan kendaraan bermotor yang membanjiri kota yang terus menerus, menimbulkan berbagai polusi atau pemcemaran seperti polusi udara dan kebisingan atau polusi suara bagi telinga manusia. Ekologi di daerah kota tidak lagi terdapat keseimbangan yang dapat menjaga keharmonisan lingkungan perkotaan.
  c.            Penyebab bencana alam. Para urban yang tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong di pusat kota maupun di daerah pinggiran Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk mendirikan bangunan liar baik untuk pemukiman maupun lahan berdagang mereka. Hal ini tentunya akan membuat lingkungan tersebut yang seharusnya bermanfaat untuk menyerap air hujan justru menjadi penyebab terjadinya banjir. Daerah Aliran Sungai sudah tidak bisa menampung air hujan lagi.
 d.            Pencemaran yang bersifat sosial dan ekonomi. Kepergian penduduk desa ke kota untuk mengadu nasib tidaklah menjadi masalah apabila masyarakat mempunyai keterampilan tertentu yang dibutuhkan di kota. Namun, kenyataanya banyak diantara mereka yang datang ke kota tanpa memiliki keterampilan kecuali bertani. Oleh karena itu, sulit bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka terpaksa bekerja sebagai buruh harian, penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang becak, masalah pedagang kaki lima dan pekerjaan lain yang sejenis. Hal ini akhitnya akan meningkatkan jumlah pengangguran di kota yang menimbulkan kemiskinan dan pada akhirnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, orang – orang akan nekat melakukan tindak kejahatan seperti mencuri, merampok bahkan membunuh. Ada juga masyarakat yang gagal memperoleh pekerjaan sejenis itu menjadi tunakarya, tunawisma, dan tunasusila.
  e.            Penyebab kemacetan lalu lintas. Padatnya penduduk di kota menyebabkan kemacetan dimana-mana, ditambah lagi arus urbanisasi yang makin bertambah, sehingga kota yang awalnya sudah macet bertambah macet. Selain itu tidak sedikit para urban memiliki kendaraan sehingga menambah volum kendaraan di setiap ruas jalan di kota.
   f.   Merusak tata kota. Pada negara berkembang, kota-kotanya tidak siap dalam menyediakan perumahan yang layak bagi seluruh populasinya. Apalagi para migran tersebut kebanyakan adalah kaum miskin yang tidak mampu untuk membangun atau membeli perumahan yang layak bagi mereka sendiri. Akibatnya timbul perkampungan kumuh dan liar di tanah-tanah pemerintah. Urban yang mendirikan pemukiman liar di pusat kota serta gelandangan-gelandangan di jalan-jalan bisa merusak sarana dan prasarana yang telah ada, misalnya trotoar yang seharusnya digunakan oleh pedestrian justru digunakan sebagai tempat tinggal oleh para urban.
Masalah urbanisasi ini dapat ditangani dengan memperlambat laju pertumbuhan populasi kota yaitu diantaranya dengan membangun desa , adapun program-program yang dikembangkan diantaranya:
1.        intensifikasi pertanian
2.  Mengurangi/ membatasi tingkat pertambahan penduduk lewat pembatasan kelahiran, yaitu program Keluarga Berencana
3.        Memperluas dan mengembangkan lapangan kerja dan tingkat pendapatan di pedesaan
4.        Program pelaksanaan transmigrasi
5.        Penyebaran pembangunan fungsional di seluruh wilayah
6.        Pengembangan teknologi menengah bagi masyarakat desa
7.        Pemberdayaan potensi utama desa
8.        Perlu dukungan politik dari pemerintah, diantaranya adanya kebijakan seperti reformasi tanah
Berdasarkan kebijakan tersebut, maka yang yang berperan adalah pemerintah setempat dalam penerapannya. Pemerintah daerah perlu berbenah diri dan perlu mengoptimalkan seluruh potensi ekonomi yang ada di daerah, sehingga terjadi kegiatan ekonomi dan bisnis yang benarbenar berorientasi pada kepentingan warganya. Tapi bukan berarti pemerintah daerah saja yang berperan, di tingkat pusat, pemerintah juga perlu membuat kebijakan lebih adil dan tegas terkait pemerataan distribusi sumber daya ekonomi.

B.       Urbanisasi Asia Tenggara
Diskusi tentang perkotaan di Asia Tenggara tidak bisa lepas dari sejumlah fakta yang membingungkan. Secara keseluruhan, kawasan ini lambat proses urbanismenya, dan tingkatnya pun secara keseluruhan juga lebih rendah dari kawasan lain. Di kebanyakan Negara Asia Tenggara, sebagian besar angkatan kerja  masih bergerak di produksi pertanian, sebagian masyarakatnya masih berwawasan desa, yang menganggap tinggal di kota sebagai hal yang istimewa. Tetapi, di kawasan ini terdapat kota-kota besar yang berpenduduk jutaan orang, seperti  Jakarta, Manila dan Bangkok yang kontras dengan kesan sebagai masyarakat Asia Tenggara yang masih berwawasan desa.
Semua kota besar Asia Tenggara memiliki ciri “primate cities/kota utama” yang sangat menonjol. Seperti dikatakan Chong (1976), semua ibukota di Asia Tenggara pastilah kota terbesar di negaranya. Proses urbanisasi terkonsentrasi di kota-kota utama ini, tempat bermukim bagi setengah dari semua penduduk perkotaan, dan tingkat pertumbuhan penduduknya lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan penduduk kota secara keseluruhan.
Di Asia Tenggara dapat dibedakan dua pola utama urbanisme berkaitan dengan pembentukan Negara, yaitu :
1.      Kota-kota dagang, umumnya terletak di daerah pesisir. Yang paling makmur dan paling sentral posisinya di dalam jaringan perdagangan internasional adalah Malaka.
2.      Kota-kota suci di pedalaman, tempat kedudukan para raja, misalnya kota Angor.
Kedua macam kota ini terintegrasi kedalam suatu system pembagian kerja, disitu kota dagang ialah penyedia barang-barang impor dari luar negeri untuk konsumsi para elite, sedangkan kota suci pedalaman memasok beras dan barang-barang lain untuk konsumsi kota dagang. 

Kota-kota dapat dikelompokkan atas tiga kategori besar, yaitu :
1.         Kota dagang – simpul hubungan perdagangan
2.         Kota-kota suci – pusat kerajaan pedalaman
3.         Kota-kota kecil penghubung.
Kota - kota colonial.
Pada awalnya, kota colonial lahir sebagai kota dagang guna memfasilitasi hubungan dagang dengan kawasan sekitar, contohnya adalah Ambon, atau sebagai kota tandingan, misalnya Batavia. Penjajahan daerah pedalaman masih sedikit dan hanya untuk tujuan keamanan atau untuk tujuan monopoli produksi rempah-rempah seperti pada kasus Maluku.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar