Jumat, 19 Oktober 2012

latar belakang urbanisasi, dampak dan penanggulangan



Latar belakang Terjadinya Urbanisasi
Latar belakang terjadinya urbanisasi pada negara industri maju dengan negara yang berkembang mempunyai beberapa perbedaan yang terdiri dari:
1.             Negara Industri Maju.
Pada negara industri maju, urbanisasi dimulai sejak industrialisasi, jadi industri merupakan titik tolak terjadinya urbanisasi. Penduduk kota meningkat lebih lambat dibandingkan di negara berkembang sedangkan pertumbuhan kota relatif lebih imbang (perbedaan tidak besar), sehingga dikatakan “proses urbanisasi merupakan proses ekonomi”
2.             Negara Sedang Berkembang
Urbanisasi pada negara berkembang dimulai sejak PD II, urbanisasi merupakan titik tolak terjadinya industri (kebalikan dari negara industri maju), penduduk kota meningkat cepat sehingga urbanisasi tidak terbagi rata, semakin besar kotanya, semakin cepat proses urbanisasinya, adanya konsep “Primate City”., sehingga dikatakan “proses urbanisasi bersifat demografi”. Hal ini lah yang terjadi di Indonesia saat ini, yaitu berduyun-duyunnya masyarakat desa ke kota sehingga kota bertambah padat.
Faktor penyebab adanya urbanisasi adalah karena adanya faktor utama yang klasik yaitu kemiskinan di daerah pedesaan. Faktor utama ini melahirkan dua faktor penyebab adanya urbanisasi yaitu:
a.          Faktor Penarik (Pull Factors)
Alasan orang desa melakukan migrasi atau pindah ke kota didasarkan atas beberapa alasan, yaitu:
1)        Lahan pertanian yang semakin sempit
2)        Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
3)        Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
4)        Terbatasnya sarana dan prasarana di desa, misalnya sarana hiburan yang belum memadai
5)        Diusir dari desa asal, sehingga ke kota menjadi tujuan.
6)        Memiliki impian kuat menjadi orang kaya, karena tingkat upah di kota lebih tinggi
7)        Melanjutkan sekolah, karena di desa fasilitas atau mutunya kurang
8)        Pengaruh cerita orang, bahwa hidup di kota gampang cari pekerjaan, atau mudahnya membuka usaha kecil-kecilan
9)        Kebebasan pribadi lebih luas
10)    Adat atau agama lebih longgar
Dalam bukunya yang berjudul Redesain Jakarta TATA KOTA TATA KITA 2020, Ahmaddin Ahmad mengatakan bahwa “daya tarik kota besar bukan hanya luasnya lapangan kerja, tetapi juga yang mencakup daya tarik romantisme dan avounturisme kota yang penuh dengan hal yang heetrogen, keserbaenekaan, objek rekereasi dan seni yang beraneka ragam”.

b.        Faktor Pendorong (Push Factors)
Di sisi lain kota mempunyai daya tarik, di pihak lain keadaan tingkat hidup di desa umumnya mempercepat proses urbanisasi tersebut, hal ini menjadi faktor pendorong timbulnya urbanisasi. Faktor pendorong yang dimaksud diantaranya adalah:
(1)      Keadaan desa yang umumnya mempunyai kehidupan yang statis (tidak mengalami perubahan yang sangat lambat). Hal ini bisa terjadi karena adat istiadat yang masih kuat atau pun pengaruh agama.
(2)      Keadaan kemiskinan desa yang seakan-akan abadi
(3)      Lapangan kerja yang hampir tidak ada karena sebagian besar hidup penduduknya hanya bergantung dari hasil pertanian
(4)      Pendapatan yang rendah yang di desa
(5)      Keamanan yang kurang
(6)      Fasilitas pendidikan sekolah atau pun perguruan tinggi yang kurang berkualitas
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa faktor utama penyebab timbulnya urbanisasi yang paling kuat adalah faktor ekonomi (menjadi motif utama para migran), selain itu disusul dengan faktor tingkat pendidikan. Penyebab lain dari terjadinya urbanisasi adalah karena terjadinya “overruralisasi” yaitu tingkat dan cara produksi di pedesaan terdapat terlalu banyak orang.
C.   Dampak yang Ditimbulkan Urbanisasi
Akibat dari meningkatnya proses urbanisasi menimbulkan dampak-dampak terhadap lingkungan kota, baik dari segi tata kota, masyarakat, maupun keadaan sekitarnya. Dampak urbanisasi terhadap lingkungan kota antara lain:
1.         Dampak positif
Pandangan yang positif terhadap urbanisasi, melihat urbanisasi sebagai usaha pembangunan yang menyeluruh, tidak terbatas dalam pagar administrasi kota. Selain itu kota dianggap sebagai “agen modernisasi dan perubahan”. Mereka melihat kota sebagai suatu tempat pemusatan modal, keahlian, daya kreasi dan segala macam fasilitas yang mutlak diperlukan bagi pembangunan.
Tanggapan lain adalah bahwa kita tidak mungkin membayangkan bagaimana pertumbuhan dan keadaan Jakarta sekarang ini dan juga pusat-pusat industri di dunia lainnya bisa tercapai bila seandainya tidak ada urbanisasi
Kelompok tertentu berpendapat bahwa proses urbanisasi hanyalah suatu fenomena temporer yang tidak menghambat pembangunan. Dan menekankan bahwa kota merupakan suatu “leading sector” dalam perubahan ekonomi, sosial dan politik. Urbanisasi merupakan variable independen yang memajukan pembangunan ekonomi.
2.         Dampak negative
Di Indonesia, persoalan urbanisasi sudah dimulai dengan digulirkannya beberapa kebijakan 'gegabah' orde baru. Pertama, adanya kebijakan ekonomi makro (1967-1980), di mana kota sebagai pusat ekonomi. Kedua, kombinasi antara kebijaksanaan substitusi impor dan investasi asing di sektor perpabrikan (manufacturing), yang justru memicu polarisasi pembangunan terpusat pada metropolitan Jakarta. Ketiga, penyebaran yang cepat dari proses mekanisasi sektor pertanian pada awal dasawarsa 1980-an, yang menyebabkan kaum muda dan para sarjana, enggan menggeluti dunia pertanian atau kembali ke daerah asal.
Arus urbansiasi yang tidak terkendali ini dianggap merusak strategi rencana pembangunan kota dan menghisap fasilitas perkotaan di luar kemampuan pengendalian pemerintah kota. Beberapa akibat negatif tersebut akan meningkat pada masalah kriminalitas yang bertambah dan turunnya tingkat kesejahteraan.
Dampak negatif lainnnya yang muncul adalah terjadinya “overurbanisasi” yaitu dimana prosentase penduduk kota yang sangat besar yang tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi negara. Selain itu juga dapat terjadi “underruralisasi” yaitu jumlah penduduk di pedesaan terlalu kecil bagi tingkat dan cara produksi yang ada.
Pada saat kota mendominasi fungsi sosial, ekonomi, pendidikan dan hirarki urban. Hal ini menimbulkan terjadinya pengangguran dan underemployment. Kota dipandang sebagai inefisien dan artificial proses “pseudo-urbanisastion”. Sehingga urbanisasi merupakan variable dependen terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dampak negatif lainnya yang ditimbulkan oleh tingginya arus urbanisasi di Indonesia adalah sebagai berikut :
                            a.          Semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan. Pertambahan penduduk kota yang begitu pesat, sudah sulit diikuti kemampuan daya dukung kotanya. Saat ini, lahan kosong di daerah perkotaan sangat jarang ditemui. ruang untuk tempat tinggal, ruang untuk kelancaran lalu lintas kendaraan, dan tempat parkir sudah sangat minim. Bahkan, lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) pun sudah tidak ada lagi. Lahan kosong yang terdapat di daerah perkotaan telah banyak dimanfaatkan oleh para urban sebagai lahan pemukiman, perdagangan, dan perindustrian yang legal maupun ilegal. Bangunan-bangunan yang didirikan untuk perdagangan maupun perindustrian umumnya dimiliki oleh warga pendatang. Selain itu, para urban yang tidak memiliki tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong sebagai pemukiman liar mereka. hal ini menyebabkan semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan.
                           b.          Menambah polusi di daerah perkotaan. Masyarakat yang melakukan urbanisasi baik dengan tujuan mencari pekerjaan maupun untuk memperoleh pendidikan, umumnya memiliki kendaraan. Pertambahan kendaraan bermotor roda dua dan roda empat yang membanjiri kota yang terus menerus, menimbulkan berbagai polusi atau pemcemaran seperti polusi udara dan kebisingan atau polusi suara bagi telinga manusia. Ekologi di daerah kota tidak lagi terdapat keseimbangan yang dapat menjaga keharmonisan lingkungan perkotaan.
                            c.          Penyebab bencana alam. Para urban yang tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong di pusat kota maupun di daerah pinggiran Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk mendirikan bangunan liar baik untuk pemukiman maupun lahan berdagang mereka. Hal ini tentunya akan membuat lingkungan tersebut yang seharusnya bermanfaat untuk menyerap air hujan justru menjadi penyebab terjadinya banjir. Daerah Aliran Sungai sudah tidak bisa menampung air hujan lagi.
                           d.          Pencemaran yang bersifat sosial dan ekonomi. Kepergian penduduk desa ke kota untuk mengadu nasib tidaklah menjadi masalah apabila masyarakat mempunyai keterampilan tertentu yang dibutuhkan di kota. Namun, kenyataanya banyak diantara mereka yang datang ke kota tanpa memiliki keterampilan kecuali bertani. Oleh karena itu, sulit bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka terpaksa bekerja sebagai buruh harian, penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang becak, masalah pedagang kaki lima dan pekerjaan lain yang sejenis. Hal ini akhitnya akan meningkatkan jumlah pengangguran di kota yang menimbulkan kemiskinan dan pada akhirnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, orang – orang akan nekat melakukan tindak kejahatan seperti mencuri, merampok bahkan membunuh. Ada juga masyarakat yang gagal memperoleh pekerjaan sejenis itu menjadi tunakarya, tunawisma, dan tunasusila.
                            e.          Penyebab kemacetan lalu lintas. Padatnya penduduk di kota menyebabkan kemacetan dimana-mana, ditambah lagi arus urbanisasi yang makin bertambah. Para urban yang tidak memiliki tempat tinggal maupun pekerjaan banyak mendirikan pemukiman liar di sekitar jalan, sehingga kota yang awalnya sudah macet bertambah macet. Selain itu tidak sedikit para urban memiliki kendaraan sehingga menambah volum kendaraan di setiap ruas jalan di kota.
                            f.          Merusak tata kota. Pada negara berkembang, kota-kotanya tdiak siap dalam menyediakan perumahan yang layak bagi seluruh populasinya. Apalagi para migran tersebut kebanyakan adalah kaum miskin yang tidak mampu untuk membangun atau membeli perumahan yang layak bagi mereka sendiri. Akibatnya timbul perkampungan kumuh dan liar di tanah-tanah pemerintah.
Tata kota suatu daerah tujuan urban bisa mengalami perubahan dengan banyaknya urbanisasi. Urban yang mendirikan pemukiman liar di pusat kota serta gelandangan-gelandangan di jalan-jalan bisa merusak sarana dan prasarana yang telah ada, misalnya trotoar yang seharusnya digunakan oleh pedestrian justru digunakan sebagai tempat tinggal oleh para urban. Hal ini menyebabkan trotoar tersebut menjadi kotor dan rusak sehingga tidak berfungsi lagi.

D.   Penanganan Masalah Urbanisasi
Masalah urbanisasi ini dapat ditangani dengan memperlambat laju pertumbuhan populasi kota yaitu diantaranya dengan membangun desa , adapun program-program yang dikembangkan diantaranya:
1.         intensifikasi pertanian
2.         Mengurangi/ membatasi tingkat pertambahan penduduk lewat pembatasan kelahiran, yaitu program Keluarga Berencana
3.         Memperluas dan mengembangkan lapangan kerja dan tingkat pendapatan di pedesaan
4.         Program pelaksanaan transmigrasi
5.         Penyebaran pembangunan fungsional di seluruh wilayah
6.         Pengembangan teknologi menengah bagi masyarakat desa
7.         Pemberdayaan potensi utama desa
8.         Perlu dukungan politik dari pemerintah, diantaranya adanya kebijakan seperti reformasi tanah
Berdasarkan kebijakan tersebut, maka yang yang berperan adalah pemerintah setempat dalam penerapannya. Pemerintah daerah perlu berbenah diri dan perlu mengoptimalkan seluruh potensi ekonomi yang ada di daerah, sehingga terjadi kegiatan ekonomi dan bisnis yang benarbenar berorientasi pada kepentingan warganya. Tapi bukan berarti pemerintah daerah saja yang berperan, di tingkat pusat, pemerintah juga perlu membuat kebijakan lebih adil dan tegas terkait pemerataan distribusi sumber daya ekonomi. Arus balik ialah fenomena tahunan. Banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik untuk mengantisipasi meledaknya jumlah penduduk perkotaan dengan segala

analisis kependudukan Kabupaten Bantaeng



Dalam era globalisasi saat ini dimana perubahan teknologi dan perkembangan IPTEK turut memberikan pengaruh yang besar terhadap laju pertumbuhan penduduk di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada Khususnya..        
Indonesia merupakan salah satu Negara di Benua Asia dengan jumlah penduduk berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010 mencapai 237,641,326 yang terdiri atas 119,630,913 penduduk laki-laki dan 118,010,413 penduduk perempuan. Indonesia memiliki laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, dalam hal ini dimana penduduk Indonesia yang tiap tahunnya terus bertambah.
Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun 2000. Artinya, setiap tahun selama periode 2000-2010, jumlah penduduk bertambah 3,25 juta jiwa. Jika di alokasikan ke setiap bulan maka setiap bulannya penduduk Indonesia bertambah sebanyak 270.833 jiwa atau sebesar 0,27 juta jiwa.
Berdasarkan jumlah tersebut, maka setiap harinya penduduk Indonesia bertambah sebesar 9.027 jiwa. Dan setiap jam terjadi pertambahan penduduk sebanyak 377 jiwa. Bahkan setiap detik jumlah pertambahan penduduk masih tergolong tinggi yaitu sebanyak 1,04 (1-2 jiwa). Pertambahan penduduk di Indonesia umumnya (bahkan bisa dikatakan 99,9 persen) disebabkan oleh kelahiran, sisanya berupa migrasi masuk. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa dalam 1 detik di Indonesia terjadi kelahiran bayi sebanyak 1-2 jiwa.
Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan yang tinggi pula. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun 1971-2010 serta pertumbuhannya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1
Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 1971, 1980, 1990, 2 000 dan 2010 (Juta Jiwa)
Tahun
1971
1980
1990
2000
2010
Jumlah Penduduk
118,4
149,7
179,3
205,1
237,6

Tabel 2
Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tahun 1971-2010 (Persen)
Periode
1971-1980
1980-1990
1990-2000
2000-2010
Laju Pertumbuhan
2,30
1,97
1,49
1,49
Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 2000-2010 sebesar 1,49 persen pertahun. Artinya bahwa rata-rata peningkatan jumlah penduduk indonesia per tahun dari tahun 2000 sampai 2010 adalah sebesar 1,49 persen/pertahun. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tahunnya antara tahun 2000 sampai 2010 jumlah penduduk Indonesia bertambah sebesar 1,49 persennya.
Dengan jumlah penduduk sebesar 237,6 juta jiwa tersebut, membuat Indonesia tetap bercokol sebagai negara berpenduduk terbanyak setelah RRC, India dan Amerika Serikat.
Penduduk Indonesia kemudian tersebar di beberapa pulau besar di Indonesia yang dimana memiliki  33 provinsi, 399 kabupaten dan 98 kota. Dan pulau jawa merupakan pulau dengan jumlah penduduk yang sangat padat di Indonesia dimana dihuni ± 60 % penduduk Indonesia itu sendiri. Dan selebihnya tersebar di provinsi diluar pulai jawa.
Sulawesi, khususnya Provinsi Sulawesi selatan berada pada urutan ke 7 jumlah penduduk terbanyak yaitu  ± 7,5 juta jiwa. Yang penduduknya tersebar di 21 kabupaten dan 3 kota, Salah satunya adalah Kabupaten Bantaeng.
Kabupaten Bantaeng adalah sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Terletak dibagian selatan provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 395,83 km². terdiri atas 8 kecamatan yang terbagi atas 21 kelurahan dan 46 desa. Jumlah penduduk mencapai 176.708 jiwa.
A.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui profil demografi Kabupaten Bantaeng.
2.      Untuk menganalisis data kependudukan Kabupaten Bantaeng
3.      Untuk menggambarkan  mengenai faktor – faktor demografi Kabupaten Bantaeng.
4.      Untuk mengenganalisis dan memperbandingkan data kependudukan kabupaten bantaeng dengan kependudukan Indonesia
5.      Untuk memenuhi salah satu tugas individu dalam membuat makalah kependudukan mata kuliah sosiologi kependudukan.


B.     Manfaat penulisan
makalah ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
1.    Secara Teoritis
      Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi gambaran demografi , kondisi serta hasil analisis data kependudukan Kabupaten Bantaeng.
2.    Secara Praktis
       Penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan pembaca untuk melakukan penelitian dengan melihat analisis kependudukan Kabupaten bantaeng. Analisis Perbandingan kependudukan Kab. Bantaeng dan Indonesia



 


Kabupaten Bantaeng adalah sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Terletak dibagian selatan provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 395,83 km² atau 39.583 Ha yang dirinci berdasarkan Lahan Sawah mencapai 7.253 Ha (18,32%) dan Lahan Kering mencapai 32.330 Ha. Secara administrasi Kabupaten Bantaeng terdiri atas 8 kecamatan yang terbagi atas 21 kelurahan dan 46 desa. Jumlah penduduk mencapai 176,708 jiwa. Kabupaten Bantaeng terletak di daerah pantai yang memanjang pada bagian barat dan timur sepanjang 21,5 kilometer yang cukup potensial untuk perkembangan perikanan dan rumput laut.
A.    Gambaran Umum Kabupaten Bantaeng
1.      Keadaan alam
Kabupaten Bantaeng secara geografis terletak ± 120 km arah selatan Makassar, ibu kota propinsi Sulawesi Selatan dengan posisi 5º21’13” - 5º35’26” lintang selatan dan 119º51’42” - 120º05’27” bujur timur.
Kabupaten bantaeng terletak didaerah pantai yang memanjang pada bagian bagian barat ke timur kota yang salah satunya berpotensi untuk  perikanan dan wilayah daratannya mulai dari tepi laut Flores sampai ke pegunungan sekitar gunung Lompobattang dengan ketinggian tempat dari permukaan laut 0-25 m sampai dengan ketinggian lebih dari 1000 m diatas permukaan laut.

2.      Mata pencaharian
Mayoritas penduduk Kabupaten Bantaeng bekerja sebagai petani  dan nelayan, selain dari itu ada juga yang bekerja disektor formal maupun di sector non formal.
Bidang agrowisata yang dimana diberikan perhatian khusus oleh pemerintah bantaeng yang kemudian menjadikan beberapa wilayah dikabupaten Bantaeng di dominasi oleh masyarakat yang bekerja dibidang pertanian
Maraknya pembangunan di Kabupaten Banteang khusunya di bidang pertanian serta banyaknya pembangunan fasilitas perindustrian yang saat ini berada di bantaeng yang kemudian mampu menyerap banyak tenaga kerja khususnya masyarakat bantaeng sehingga saat ini angka pengagguran Kabupaten Bantaeng berkurang dari 11 % kini  berkurang menjadi sekitar 5,11%.

B.     Analisis kependudukan Kabupaten Banteaeng
Grafik 1   jumlah penduduk kabupaten bantaeng tahun 2004 – 2010


Grafik diatas menunjukkan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bantaeng tahun 2004 – 2010 yang dimana  dapat dilihat penduduk Kabupaten Bantaeng terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Melonjaknya penduduk setiap tahunnya disebabkan oleh salah satu faktor yaitu banyaknya fertilitas di kalangan rumah tangga miskin yang tak terbendung. Ini dikarenakan anak dianggap sebagai barang produksi. Berdasarkan aspek produksi utilitas anak berbeda dengan aspek konsumsi. Karena utilitas anak lebih dilihat dari aspek kuantitas dan bukan kualitas . Namun teori yang dikemukakan diatas berbeda dari teori  Menurut Goldscheider terdapat hubungan yang positif antara pendidikan, mata pencaharian dan pendapatan dengan fertilitas. Hal ini diamati dari dua kecenderungan yang saling berbeda yaitu; kenaikan fertilitas suatu kelompok karena berstatus lebih tinggi dan perubahan keinginan kelompok tersebut untuk memiliki keluarga lebih besar; dan penurunan fertilitas dari kelompok berstatus lebih rendah karena mereka semakin ekspansif dan sukses dalam menggunakan alat kontrasepsi.  
Dahulu sebagian besar masyarakat, menilai anak sebagai sumber rezeki dengan pameo “banyak anak banyak rezeki”, maka sekarang pameo itu berubah menjadi “banyak anak banyak beban”. Keuntungan financial (materi) dan kebahagiaan yang diperoleh oleh orang tua apabila mempunyai anak, tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan dalam membesarkan anak. Jika jumlah anak dalam keluarga itu besar, maka biaya dan waktu alokasi untuk anak akan besar pula dan hal tersebut dapat membebani orang tuanya. Dari beberapa hasil penelitian tentang fertilitas, dilihat dari segi ekonomi yang menjadi sebab utama tinggi rendahnya fertilitas (fertilitas) adalah beban ekonomi keluarga. Dalam hal ini ada dua pandangan yang saling bertentangan. Pandangan pertama beranggapan bahwa dengan mempunyai jumlah anak yang banyak dapat meringankan beban ekonomi yang harus ditanggung orang tua. Di sini anak dianggap dapat membantu (meringankan) beban ekonomi orang tua bila mereka sudah bekerja. Pandangan kedua, yang dapat dikatakan pandangan yang agak maju, beranggapan bahwa anak banyak bila tidak berkualitas justru menambah dan bahkan akan memperberat beban orangtua kelak. Dengan anggapan seperti ini, mereka menginginkan (mengharapkan) jumlah anak sedikit,tetapi berkualitas.
Banyak faktor yang mempengaruhi fertilitas (fertilitas) yaitu tingkat pendapatan,biaya anak, jam kerja, usia kawin pertama, tingkat pendidikan (SLTP ke bawah dan SLTP ke atas, serta jenis pekerjaan (dalam rumah ataupun luar rumah). Keterkaitan pada pendapatan terhadap fertilitas adalah ketika pendapatan seseorang naik akan semakin besar pengaruhnya terhadap penurunan fertilitas yang terjadi.
Apabila ada kenaikan pendapatan, aspirasi orang tua akan berubah. Orang tua menginginkan anak dengan kualitas yang baik. Ini berarti biaya (cost) nya naik. Sedangkan kegunaannya turun sebab walaupun anak masih memberikan kepuasan akan tetapi balas jasa ekonominya turun. Disamping itu orang tua juga tidak tergantung dari sumbangan anak. Jadi biaya membesarkan anak lebih besar daripada kegunaannya. Hal ini mengakibatkan “demand” terhadap anak menurun atau dengan kata lain fertilitas turun.
Penelitian mengenai kaitan pendidikan wanita dengan kesuburan di beberapa negara, sudah maupun kurang berkembang, mengungkapkan adanya kaitan yang erat antara tingkat pendidikan dengan tingkat kesuburan. Semakin tinggi pendidikan semakin rendah kesuburan begitupun sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan maka semakin besar pula tingkat kesuburannya. Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi fertilitas adalah jam kerja yang dihabiskan oleh wanita untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-harinya. Semakin banyak waktu yang dikeluarkan untuk bekerja semakin kecil kemungkinan untuk memperoleh anak. Dan faktor terakhir yang mempengaruhi fertilitas yaitu jenis pekerjaan yang dilakukan di dalam rumah atau di luar rumah. Jika pekerjaan dilakukan di dalam rumah maka akan semakin besar pula peluang untuk dapat memiliki anak lebih banyak sementara jenis pekerjaan yang dilakukan  di luar rumah peluang untuk menambah anak akan semakin kecil dikarenakan intensitas waktu di rumah akan berkurang.

1.      Perbandingan jumlah penduduk kabupaten Bantaeng tahun 2008 - 2010

Table 3                  Tingkat kepadatan kabupaten bantaeng menurut kecamaatan 2008

Kecamatan
Luas (km2)
Jumloah penduduk
Kepadatan penduduk (orang/km2)
Jumlah rumahtangga
Kepadatan per rumahtangga
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Bissappu
32,84
30,792
938
7,439
4
Uluere
67,29
10266
153
2,572
4
Sinoa
43
11,852
276
3,163
4
Bantaeng
28,85
35,555
1,232
8,220
4
Eremerasa
45,01
19,030
423
4,663
4
Tompobulu
76,99
23,427
304
6,079
4
Pa’jukukang
48,9
27,565
564
6,663
4
Gantarangkeke
52,95
17,137
324
4,493
4
Jumlah
395,83
175,624
444
43,292
4







Tablel 4                 Tingkat kepadatan kabupaten bantaeng menurut kecamaatan 2009

Kecamatan
Luas (km2)
Jumloah penduduk
Kepadatan penduduk (orang/km2)
Jumlah rumahtangga
Kepadatan per rumahtangga
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Bissappu
32,84
32,824
1000
7,802
4
Uluere
67,29
6,253
93
2,468
3
Sinoa
43
10,333
240
3,111
3
Bantaeng
28,85
44,198
1,523
8,615
5
Eremerasa
45,01
20,260
450
4,463
5
Tompobulu
76,99
19,616
255
5,725
3
Pa’jukukang
48,9
27,301
558
7,112
4
Gantarangkeke
52,95
15,923
301
4,158
4
Jumlah
395,83
176,708
446
43,427
4







Table 5                  Tingkat kepadatan kabupaten bantaeng menurut kecamaatan 2010

Kecamatan
Luas (km2)
Jumloah penduduk
Kepadatan penduduk (orang/km2)
Jumlah rumahtangga
Kepadatan per rumahtangga
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Bissappu
32,84
30,931
941,9
7,806
4,0
Uluere
67,29
10,814
160,7
2,465
4,4
Sinoa
43
11,827
275,0
3,108
3,8
Bantaeng
28,85
36,718
1272,7
8,661
4,2
Eremerasa
45,01
18,614
413,6
4,435
4,2
Tompobulu
76,99
22,913
297,6
5,730
4,0
Pa’jukukang
48,9
29,017
593,4
7,075
4,1
Gantarangkeke
52,95
15,865
299,6
4,158
3,8
Jumlah
395,83
176,699
446,4
43,438
4,1







Grafik 2           perbandingan jumlah penduduk 2008 sampai 2010
Dari data yang tertera diatas maka dapat dilihat jumlah penduduk Kabupaten pada tahun  terakhir yaitu 176,699 dengan luas daratan 395,83 km2 dan maka rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Bantaeng yaitu 446,4/km2 orang. Disini dapat juga kita lihat  jumlah keanggotaan tiap keluarga yaitu 4,1 orang. Data diatas dapat dilihat laju pertumbuhan penduduk kabupaten bantaeng tahun 2008-2009 sebesar 0,61 % dan pada tahun 2009-2010 maka dapat kita lihat bahwa penduduk kabupaten bantaeng tidak mengalami peningkatan. Hal ini merupakan suatu keberhasilan pemerintah Bantaeng dalam menekan laju pertumbuhan penduduknya.
Wilayah penyebaran penduduk Kabupaten Bantaeng mayoritas mengarah ke kecamatan Bantaeng sebagai ibu kota kabupaten Bantaeng, kemudian diikuti kecamatan bissappu dan pa’jukukang dan diikuti oleh kecamatan lainnya. Proses penyebaran penduduk itu biasanya  dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain tingkat pembangunan wilayah, keadaan geografis wilayah, tingkat kesejahteraan wilayah, Jenis mata pencaharian maupun pola perilaku msyarakat dalam wilayah tersebut.
Penyebaran penduduk Kabupaen Bantaeng mayoritas mengarah ke Kecamatan Bantaeng yang memiliki kepadatan penduduk yang paling tinggi, hal ini dikarenakan kecamatan Bantaeng merupakan sentra ekonomi dan pemerintahan kabupaten Bantaeng. yang dimana mayoritas pola kehidupan masyarakatnya cenderung bersifat urban dan Adat istiadat masyarakatnya sedang mengalami perubahan ( transisi ) dan mata pencaharian masyarakat Kecamatan Bantaeng telah berada pada sector formal dan informal, penduduknya sudah beraneka ragam, sebagian besar penduduknya bergerak di bidang perdagangan dan jasa. dan cenderung meninggalkan kehidupan agraris. Dan hal ini jelas bahwa sanya wilayah kecamatan Bantaeng sebagai pusat kegiatan ekonomi dan pemerintah maka akan sangat mempengaruhi penyebaran penduduk pada kabupaten Bantaeng itu sendiri, hal ini dikarenakan pada dasarnya individu maupun kelompok akan mengarah kesebuah wilayah dengan pembangunan yang maju, pusat ekonomi dan pemerintahan yang dianggap sebagai wilayah yang dapat mendorong individu maupun sebuah kelompok untuk dapat melakukan proses mobilitas yang cepat. dengan  Maka dengan hal itu pada wilayahnya cukup padat dan merupakan wilayah yang memiliki jumlah rumah tangga yang tertinggi dibandingkan kecamatan yang lain.
Melihat kecamatan bantaeng sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan Kabupaten Bantaeng oleh karenanya itu pada wilayahnya lahan pertanian dan perkebunan cenderung dijadikan sebagai tempat pemukiman warga.
Sama halnya dengan kecamatan Bantaeng sebagai pusat perekonomian dan pemerintahan, pada kecamatan Bissappu juga merupakan wilayah dengan pembangunan yang merata dengan Kecamatan Bantaeng, desa pada wilayah Bissappu juga dapat dikatakan desa yang telah maju dan Mata pencaharian penduduknya sudah beraneka ragam, sebag. ian besar penduduknya bergerak di bidang perdagangan dan jasa
Uluere sebagai kecamatan yang dimana merupakan wilayah kedua terluas setelah kecamatan Tompo’bulu yang hanya memiliki jumlah penduduk, kepadatan penduduk dan jumlah rumahtangga terendah, hal ini dikarenakan kecamatan uluere merupakan dataran tertinggi dengan keadaan tanah yang sangat produktif di kabupaten bantaeng yang pola kehidupan masyrakatnya yaitu bertani dan berkebun, dan wilayahnya juga merupakan pusat pemberdayaan sumberdaya alam kabupaten bantaeng dan sebagai Kawasan Agrowisata Kabupaten Bantaeng
kecamatan pa’jukukang yang dimana wilayahnya merupakan wilayah pesisir yang mayoritas mata pencaharian masyarakatnya adalah nelayan yang memilki jumlah rumahtangga yang cukup tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Dan desa-desa dalam kecamatan ini dikategorikan sebagai desa nelayan.
Penyebaran penduduk di Kabupaten Bantaeng juga cukup tinggi pada kecamatan Pa’jukukang. Hal ini juga dikarenakan pada wilayah ini merupakan wilayah pengembangan kota Kabupaten Bantaeng yang kemudian pada wilayah ini terdapat industri – industri yang bergerak dibidang perikanan yang mempengaruhi masyarakat bantaeng itu sendiri untuk bermukim di wilayah ini.


Table   6          Banyaknya Penduduk menurut Kelompok umur dan Jenis Kelamin   2008
                                     
                                                            Penduduk                                  Sex                                
Kependudukan                                                                                      Ratio
                            Laki-laki             Perempuan           Jumlah
(1)                            (2)                        (3)                     (4)                 (5)
0 - 4                         7.993                  6.677               14.670                119,71

5 – 9                       10.691                  9.136               19.827                117,02

10 - 14                     9.548                   9.731               19.279                98,12

15 - 19                     8.175                   7.871               16.046               103,86

20 - 24                     6.456                   7.565               14.021                85,34

25 – 29                    7.112                    8.764               15.876                81,15

30 – 34                    6.658                    8.033               14.691                82,88

35 – 39                    7.049                    7.403               14.452                95,25

40 – 44                    5.056                    5.375               10.431               94,07

45 – 49                    4.430                    4.292                8.722               103,22

50 – 54                    3.472                    4.529                8.001               76,66

55 – 59                    2.759                    2.805                5.564               98,36

60 – 64                    2,357                    2.707                5.082               87,74

65 +                        4.069                   4.749                 8.818                90,60

     Jumlah                   85.843                 89.781               175.624             95,61 


Grafik 3           piramida penduduk Bantaeng tahun 2008

Table   7          Banyaknya Penduduk menurut Kelompok umur dan Jenis Kelamin   2009
                                     
                                                            Penduduk                                  Sex                                
Kependudukan                                                                                      Ratio
                            Laki-laki             Perempuan           Jumlah
(1)                            (2)                        (3)                     (4)                 (5)

0 - 4                         7.736                  6.576               14.312                117,64

5 – 9                       10.695                  7.892               18.677                133,99        

10 - 14                      9.308                  9.476               18.784                98,23
   
15 - 19                     8.196                   7.982               16.178               102,68               

20 - 24                     6.686                   7.637               14.323                87,55

25 – 29                    8.522                    8.662               17.184                98,38

30 – 34                    6.880                    6.550               13.430              105,04                 
                      
35 – 39                    6.147                    7.549               13.696                81,43

40 – 44                    5.935                    5.410               11.345              109,70

45 – 49                    4.681                    4.658                9.339               100,70

50 – 54                    3.224                    4.694                7.918                68,68
 
55 – 59                    2.711                    2.607                5.318               103,99

60 – 64                    2.738                    2.722                5.460               100,59

65 +                        4.857                    5.887                10.744              82,50


Jumlah                    88.316                  88.392               176.708            99,91 

Grafik  4          piramida penduduk Bantaeng Tahun 2009

Tabel 8            Banyaknya Penduduk menurut Kelompok umur dan Jenis Kelamin   2010

Kelompok umur

Penduduk

Sex
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
0 – 4
8.088
7.916
16.004
102,2
5 – 9
9.599
9.033
18.632
106,3
10 – 14
9.580
9.323
18.903
102,8
15 – 19
7.318
7.528
14.846
97,2
20 – 24
6.688
7.594
14.282
88,1
25 – 29
7.723
8.791
16.514
87,9
30 – 34
7.191
7.818
15.009
92,0
35 – 39
6.916
7.466
14.382
92,6
40 – 44
5.720
6.461
12.181
88,5
45 – 49
4.703
5.081
9.784
92,6
50 – 54
3.782
3.860
7.642
98,0
55 – 59
2.562
2.782
5.344
92,1
60 – 64
2.064
2.441
4.505
84,6
65 +
3.657
5.014
8.671
72,9
Jumlah
85.591
91.108
176. 699
93,9


Grafik 5           piramida penduduk Kab. Bantaeng tahun 2010


Table 9            angka penduduk produktif dan non produktif kabupaten Bantaeng tahun 2008-2010

Tahun
Jumlah penduduk
0-14 tahun / %
15-64 tahun / %
65 + / %
2008
175,624
53,776 / 31 %
112,859 / 64 %
8,818 / 5 %
2009
176,708
51,773 / 29,3%
114,191 / 64,6%
10,744 / 6,1%
2010
176,699
53,539 / 30%
114,489 / 65%
8,671 / 5%

Table 10                      tingkat ketergantungan penduduk kabupaten Bantaeng

DR = PENDUDUK USIA 0-14+.65 TAHUN x 100%
PENDUDUK USIA 15-64

Tahun
2008
2009
2010
Tingkat ketergantungan
55,46
54,75
54,34

              Pada table diatas maka kita dapat lihat tingkat ketergantungan penduduk tahun 2008 – 2010 terus mengalami penurunan, hal ini merupakan sebuah keberhasilan pemerintah kabupaten itu sendiri.

              Pada tabel diatas kita dapat melihat jumlah penduduk Kabupaten Bantaeng tahun 2010 berdasarkan penggolongan umurnya. Pada umur 0-4 tahun jumlah anak laki-laki lebih besar dari jumlah anak perempuan. Hal ini bisa terjadi karna beberapa faktor, (1) anak dianggap sebagai sumber tenaga keluarga untuk membantu keluarga, oleh karenanya keinginan untuk mendapaatkan anak laki- laki sangatlah besar karena sumbangan tenaga yang dari anak laki – laki sangatlah diperlukan apa lagi dalam lingkup masyarakat agraris. (2) anak laki-laki di anggap sebagai penerus keluarga. Tapi dalam hal ini tidaklah merendahkan eksistensi dari anak perempuan. Karna jika dilihat perbandingan di usia 0-4 tahun, perbandingan antara anak laki – laki dan perempuan tidak terpaut jauh.

              Berangkat dari jumlah penduduk yang pada usia 0-4 tahun biasanya di dominasi oleh laki-laki maka seiring bertambahnya usia penduduk maka sampai pada usia 5-9 tahun kemudian di dominasi pula oleh laki-laki. Pada usia 9-14 tahun penduduk Kabupaten Bantaeng yang nyaris sama antara laki-laki dan perempuan, Pergeseran perbandingan angka – angka tersebut juga dipengaruhi oleh angka kematian penduduk, migrasi maupun urbanisasi penduduk.      

              Pada piramida penduduk Kabupaten Bantaeng tahun 2008-2010 kita dapat melihat bagaimana gambaran penduduk kabupaten bantaeng terlihat jelas jumlah penduduk kabupaten bantaeng usia  65+ cukup banyak dan dinominasi olek jenis kelamin  perempuan. Hal ini tidak lepas dari program pembangunan pemerintah yang memberikan perhatian khusus kepada masyarakat kabupaten bantaeng di bidang kesehatan. Selain itu penekanan angka kelahiran kabupaten Bantaeng juga cukup berhasil melalui program KB yang dicanangkan oleh pemerintah.

              Sudah merupakan kebiasaan bahwa penduduk yang berusia 15-64 tahun diperlakukan sebagai kelompok yang menyediakan tenaga kerja secara ekonomis bekerja aktif. Kelompok tersebut adalah “penduduk pada masa usia kerja”. Besarnya kelompok tersebut dalam kaitannya dengan sisa penduduk, mencerminkan beberapa kondisi dimana standard umur akan mendesak mata pencaharian penduduk. Di negara-negara yang tingkat fertilitasnya secara relatif tinggi (dimana setiap tahun akan diperoleh tambahan anak muda). Di negara agraris, tekanan terhadap kebutuhan hidup telah memaksa kelompok penduduk yang masih muda untuk bekerja lebih awal, sedangkan di arah industri malah lebih melambat.

              Menurut seorang pakar biologi dari Universitas Newcastle, Inggris, Tom Kirkwood mengatakan banyak faktor lain yang menyebabkan usia hidup perempuan cenderung lebih lama daripada laki-laki,terutama gaya hidup,sosial dan perilaku. Dan biasanya laki-laki mempuyai beban tanggungan dalam sebuah rumahtangga dan hal ini menjadikan laki–laki bekerja lebih dan cenderung mengandalkan kerja fisik di bandingkan perempuan, dan hal ini sangat mencolok pada kehidupan masyarakat desa. Berangkat dari kebiasaan – kebiasaan inilah maka akan sangat mempengaruhi jumlah penduduk pada usia 65 +,  yang dimana di dominasi oleh perempuan.

Table   11              Banyaknya Penduduk Berumur 10 tahun Keatas menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis kelamin 2009
                                     
Tingkat Pendidikan                  Laki-laki             Perempuan              Jumlah
           (1)                                    (2)                      (3)                        (4)

Tidak/belum pernah sekolah         10.290                14.416                  24.706

Tidak punya                                20.221                22.416                  42.637

SD                                             15.747                19.084                  34.831

SLTP                                          7.912                  9.370                   17.282

SLTA                                          8.191                 6.159                    14.350

D I – D III                                   798                    1.932                     2.730

D IV/S1/S3                                  2.397                 1.774                     4.172


    Jumlah                                    65.556                75.151                  140.707


Tabel. 12      Banyaknya Penduduk berumur 10 tahun Keatas menurut Tingkat yang ditamatkan dan Jenis Kelamin 2010
Tingkat Pendidikan
Laki - Laki
Perempuan
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
Tidak/belum pernah sekolah
8853
12.799
21.652
Tidak punya
19.974
22.173
42.147
SD
17.515
21.132
38.647
SLTP
9.605
8.709
18.314
SLTA
8.573
8.182
16.755
D I – D III
1.303
2.025
3.328
D IV/S1/S2/S3
1.664
2.048
3.712
Jumlah
67.487
77.068
144.555

Manusia adalah makhluk yang harus hidup bermasyarakat untuk kelangsungan hidupnya, baik yang menyangkut pengembangan pikiran, perasaan dan tindakannya serta agar dapat mengembangkan sifat-sifat kemanusiaan dalam lingkungan manusia. Interaksi antar manusia tumbuh sebagai suatu keharusan oleh karena kondisi kemanusiaannya seperti; kebutuhan biologis dan psikologis. Kondisi manusia tersebut menuntut adanya kerjasama dengan manusia lain. Kodrat manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosial, menyebabkan timbulnya bentuk-bentuk organisasi sosial yang berdiri atas landasan simbiotik-sinergistik, saling memberi manfaat atas dasar tingkah laku fisik, bersifat otomatis dan merupakan komunikasi sosial.
Manusia yang pada hakikatnya merupakan mahluk sosial yang dimana kemudian mengharuskan  manusia itu sendiri untuk melakukan interaksi dan sosialisasi dengan mahluk lainnya. Kewajiban untuk bersosialisasi inilah yang membuat manusia berbeda dari makhluk lain. Makhluk lain tidak pernah berpikir untuk membuat hidupnya lebih baik dari sebelumnya. Kainginan untuk berkembang menuju arah yang lebih baik inilah yang kemudian menyebabkan manusia memerlukan pendidikan.
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu paedagogiek yang asal katanya pais berarti anak, gogos artinya membimbing atau tuntutan, dan iek artinya ilmu. Jadi secara etimologi, paedagogiek adalah ilmu yang membicarakan cara memberi bimbingan kepada anak. Dalam arti khusus, Langeveld mengemukakan bahwa pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan. Dalam arti luas pendidikan merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya yang berlangsung sepanjang hayat.
Pembangunan bidang pendidikan adalah bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain dari pada itu pendidikan juga dijadikian sebuagai alat untuk melakukan mobilitas sosial. Oleh karenanya pendidikan itu sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan merupakan sebuah upaya pembangunan yang di canangkan pemerintah guna peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM) dalam suatu Negara karna dalam hal ini akan menentukan karakter dari pembangunan ekonomi dan sosial , karena manusia merupakan pelaku aktif dari seluruh kegiatan tersebut.
Partisipasi penduduk dalam dunia pendidikan dari tahun ketahun semakin meningkat. Hal ini berkaitan dengan pembangunan program pendidikan yang telah dicanangkan pemerintah untuk lebih meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengenyah bangku pendidikan. Dan juga peningkatan partisipasi pendidikan untuk memperoleh bangku pendidikan tentunya harus diikuti dengan berbagai peningkatan penyediaan sarana fisik dan nonfisik yang meliputi tenaga pendidik yang memadai.
New household economics berpendapat bahwa bila pendapatan dan pendidikan meningkat maka semakin banyak waktu (khususnya waktu ibu) yang digunakan untuk merawat anak. Jadi anak menjadi lebih mahal. Sehingga hal ini dapat mengurangi angka kelahiran .
 Sedangkan Menurut Bouge mengemukakan bahwa pendidikan menunjukkan pengaruh yang lebih kuat terhadap fertilitas dari pada variabel lain. Seorang dengan tingkat pendidikan yang relative tinggi tentu saja dapat mempertimbangkan berapa keuntungan financial yang diperoleh seorang anak dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk membesarkannya.  
Serupa dengan teori tradisional perilaku konsumen, penerapan teori fertilitas di Negara-negara berkembang memberikan pemahaman bahwa seandainya harga relatif atau biaya anak-anak meningkat akibat dari, misalnya, meningkatnya kesempatan bagi kaum wanita untuk memperoleh pendidikan dan pekerjaan, atau adanya undang-undang mengenai batas usia minimum bagi anak-anak yang hendak bekerja, maka keluarga-keluarga akan menginginkan sedikit anak-anak “tambahan”.
Para orang tua akan tergerak untuk mementingkan kualitas daripada kuantitas anak, atau memberi kesempatan kepada istri dan ibu untuk bekerja demi menunjang pemeliharaan anak. Dengan demikian, salah satu cara untuk mendorong para keluarga agar menginginkan sedikit anak adalah dengan memperbesar kesempatan di bidang pendidikan dan membuka lapangan-lapangan pekerjaan berpenghasilan tinggi kepada kaum wanita.
Penelitian mengenai kaitan pendidikan dengan wanita dengan kesuburan di beberapa Negara, sudah maupun kurang berkembang, mengungkapkan bahwa adanya kaitan yang erat antara tingkat pendidikan dengan fertilitas dalam hal ini pada tingkat kesuburan. Semakin tinggi pendidikan semakin rendah kesuburan yang mengakibatkan penurunan pada fertilitas. Di beberapa Negara, meluasnya kepandaian baca-tulis mengurangi anaknya kira-kira 1,5 atau kira-kira sepertiga.
Ada beberapa penjelasan yang diketengahkan mengenai peran pendidikan dalam menurunkan besar keluarga. Pendidikan dapat mempengaruhi pandangan hidup dan tata nilai orang sedemikian rupa sehingga ia tidak begitu saja lagi menerima tata cara bertingkah laku tradisional orang tuanya atau tokoh orang tua yang lain. Orang berpendidikan atau pandai baca-tulis lebih terbuka pada pikiran-pikiran baru dan lebih banyak mempuyai kesempatan untuk bertemu muka dengan “penyalur perubahan” seperti para perencana bidang kesehatan atau penasehat program keluarga berencana. Pendidikan yang makan waktu lama kemungkinan besar akan menyebabkan perkawinan tertunda dan membuka pilihan antara bekerja dan membesarkan anak. Pendidikan yang lebih tinggi mungkin pula berarti kehidupan ekonomi yang lebih terjamin, dan ini biasanya berarti keluarga yang lebih kecil. Semua penjelasan ini menolong kita memahami mengapa ada kaitan yang sangat erat antara kaitan pendidikan wanita dan besar keluarga .
Dalam masyarakat yang berpenghasilan rendah (terutama pada daerah pertanian dan pesisir), anak-anak dianggap sebagai sumber tenaga kerja dan sumber pendapatan yang penting bagi keluarga. Selain itu, anak dinilai sebagai investasi hari tua atau sebagai komoditas ekonomi yang dapat disimpan di kemudian hari. Hal tersebut merupakan hubungan positif antara penghasilan dengan nilai anak. Berkorelasi negatif apabila penghasilan yang tinggi akan menilai anak bukan sebagai potensi, modal atau rezeki. Mereka menilai anak sebagai beban dalam keluarga. Sehingga semakin tinggi penghasilan maka persepsi nilai anak akan berkurang sehingga fertilitas akan menurun.
Pada table diatas menunjukkan penduduk kabupaten Bantaeng dengan usia 10 tahun keatas berdasarkan pendidikan yang ditamatkan. Maka kita dapat melihat jumlah penduduk kabupaten yang belum/tidak pernah mengenyah pendidikan berjumlah sangat besar.
Kalau kita melihat mengapa anak putus sekolah tentunya tidak akan terlepas dari beberapa hal yang mempengaruhi sehingga tidak dapat menyelesaikan sekolah, wajar saja terjadi karena anak dihadapkan oleh beberapa kendala, baik yang datang dari diri sendiri maupun yang datang dari luar diri anak yaitu lingkungan.
Hal-hal yang mempengaruhi anak itu antara lain adalah latar belakang pendidikan orang tua, lemahnya ekonomi keluarga, kurangnya minat anak untuk sekolah, kondisi lingkungan tempat tinggal anak, serta pandangan masyarakat terhadap pendidikan.
                 Sebelum tahun 2008, Kabupaten Bantaeng merupakan salah satu daerah miskin yang ada di Sulawesi selatan dengan angka pengangguran yang cukup besar. Jika ditinjau maka dapat diketahui banyak rumahtangga dikabupaten Bantaeng merupakan keluarga dengan pendapatan ekonomi lemah. Dan dengan latar belakang pendidikan orang tua yang juga  tidak bersekolah, serta pandangan Masyarakat yang terpencil atau masyarakat yang tradisional juga beranggapan bahwa sekolah itu pada dasarnya sedikit sekali yang sesuai dengan kehendak mereka, misalnya begitu tamat sekolah langsung mendapatkan pekerjaan, sekolah hendaknya tidak memerlukan biaya yang banyak, dan tidak memerlukan waktu yang terlalu lama. dan Pada umumnya masyarakat yang terbelakang atau dengan kata lain masyarakat tradisional mereka kurang memahami arti pentingnya pendidikan, sehingga kebanyakan anak-nakan mereka tidak sekolah dan kalau sekolah kebanyakan putus di tengah jalan.
Table 13          angka bayi lahir hidup dan mati dan kematain Penduduk berdasarkan kecamatan 2010
Kecamatan
Bayi lahir hidup dan mati
Penduduk meninggal
Lahir hidup
Lahir mati
Pria
Wanita
Jumlah
Bisappu
551
7
28
30
58
Tompobulu
265
2
32
45
77
Eremerasa
344
3
48
43
91
Gantarangkeke
208
2
51
26
77
Pa’jukukang
664
17
11
13
24
Bantaeng
634
10
62
33
95
Uluere
175
4
-
-
-
Sinoa
212
2
-
-
-
Total
3037
43
232
190
422
Pada table tabel diatas menunjukkan setiap 1000 / keliharian bayi di kabupaten bantaeng terdapat 14 kematian bayi. Namun hal ini sudah sangat berbanding jauh, ini dapat dilihat karena peningkatan kesehatan dan penyediaan tenaga – tenaga medis dan tenaga pembantu kelahiran dikabupaten bantaeng juga sudah memadai. Serta perhatian khusus juga telah diberikan pemerintah kabupaten bantaeng dalm hal kesehatan masyarakat.

Table  14               Banyaknya Penduduk menurut Kecamatan dan Kewarganegaraan 2010
                                 
                             Warga Negara Indonesia               Warga Negara Asing                               
Kependudukan                                                                               
                       Laki-laki   Perempuan    Jumlah      Laki-laki   Perempuan  Jumlah
(1)              (2)              (3)              (4)             (5)            (6)             (7)

Bisappu           16.288       16.536         32.824            -                 -                 -

Uluere             3.167         3.086             6.253                -                   -                 -
                                                                
Sinoa               5.171         5.162            10.333                 -                   -                 -
 
Bantaeng          22.209        21.989         44.198               -                  -                 -

Eremerasa        10.242        10.018          20.260                -                 -                 -

Tompobulu       9.782          9.834          19.616            -                  -                -       

Pa’jukukang      13.541         13.760        27.301           -                  -                -

Gantarangkeke   7.916           8.007         15. 923          -                  -                -

Jumlah         88.316         88.392        176.708         -                   -               -


        Migrasi Internasional, yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lainnya. internasional dapat dibedakan atas tiga macam yaitu :
·         Imigrasi, yaitu masuknya penduduk dari suatu negara ke negara lain dengan tujuan menetap. Orang yang melakukan imigrasi disebut imigran.
·         Emigrasi, yaitu keluarnya penduduk dari suatu negara ke negara lain. Orang yang melakukan emigrasi disebut emigran.
Pada dasarnya ada 3 hal penting yang menyebabkan manusia memutuskan untuk melakukan migrasi yaitu:
·         alasan ekonomi,
·         alasan politis,
·         alasan agama.
Tabel diatas menunjukkan bahwa tidak adanya warga asing yang menetap dalam wilayah kecamatan yang ada pada kabupaten Bantaeng. Mungkin saja dalam hal ini kegiatan – kegiatan politis maupun kegiatan – kegiatan perekonomian di kelola oleh pemerintah maupun masyarakat Bantaeng itu sendiri. Tapi ini tidak dapat dikatakan bahwa kegiatan politis maupun perekonomian Kabupaten Bantaeng tidak melakukan kerja sama dengan Negara lain. Karna Kabupaten Bantaeng juga melakukan kerja sama dibidang politis maupun pembangunan perekonomian dengan kota / kabupaten lain dan Negara – Negara lain.
Table   15              Banyaknya Penduduk menurut Kecamatan dan Agama 2010
                                     
Kecamatan       Islam      Katolik     Kristen    Hindu    Budha    Lainnya    Jumlah
     (1)               (2)           (3)          (4)         (5)          (6)         (7)          (8)

Bisappu            32.742       29           47          6            -             -          32.824

Uluere              6.253         -             -            -             -             -          6.253
                                                                
Sinoa               10.333        -             -            -             -             -          10.333

Bantaeng           43.733     179         251          -           35             -          44.198

Eremerasa         20.252       -             -            -            -               -         20.260

Tompobulu       19.611        -             -            -            -              -         19.616


Pa’jukukang      27.291       -             -           -             -              -          27.301


Gantarangkeke   15.923       -             -           -             -               -         15.923
    


    Jumlah        176.138     208         321         6            35             -         176.708



Tebel 1.5 menunjukkan 99.68 % penduduk bantaeng beragama islam dan 0.30 % merupakan penduduk beragama Kristen dan 0.02 merupakan penduduk beragama hindu dan budha. Hanya dua kecamatan yang didalamnya terdapat masyrakat non muslim, dan kecamatan yang lainnya merupakan penduduk muslim. Hal ini menunjukkan keadaan budaya lokal kebupaten bantaeng yaitu budaya islam.

Norma -  norma dan adat istiadat masyrakat Kabupaten Bantaeng tentunya tidak akan lepas dari kehidupan beragama masyarakatnya itu sendiri Dan  Kegiatan – kegiatan masyarakat bantaeng baik perekonomian dan perpolitikan tentunya tidak akan lepas dari kegiatan – kegiatan religi yang notabenenya adalah islam.

Dahulunya Kabupaten Bantaeng jajahan Kerajaan merupakan daerah Gowa yang dimana Kerajaan Gowa sangat terkenal dalam kegiatan – kegiatan perdagangannya dan proses penyebaran agama Islam itu sendiri dahulunya melalui jalur pedagangan . Maka berangkat Dari hal inilah, tidak heran jika beberapa Kabupaten yang ada di Sulawesi selatan serta Kabupaten Bantaeng Hampir keseluruhan penduduknya beragama islam.



C.     Analisis Perbandingan penduduk Kabupaten Bantaeng dan Sulawesi selatan.
Tablel 16     perbandingan jumlah penduduk kabupaten bantaeng dan Sulawesi selatan
Kabupaten / Propinsi
2008
2009
2010
(1)
(2)
(3)
(4)
1.      Bantaeng
175,624
176,708
176,699
Pertumbuhan %
-
0,61
-0,0050
2.      Sulawesi Selatan
7,805,024
7,908,519
8,034,776
Pertumbuhan %
-
1,33
1,60

Secara absolute, jumlah penduduk kabupaten bantaeng mengalami peningkatan sebesar 1,057 jiwa selama periode 2008 sampai dengan 2010 dengan ringkat pertumbuhan penduduk sebesar 0.61 %. Jika di bandingkan dengan laju penduduk Sulawesi selatan, pertumbuhan penduduk kabupaten Bantaeng selama 3 tahun terakhir terkesan lebih lambat. Hal ini merupakan suatu prestasi yang telah oleh pemerintah Kabupaten Bantaeng dalam usaha menurunkan laju pertumbuhan penduduk.
Tablel 17     perbandingan tingkat ketergantungan penduduk kabupaten bantaeng dan Sulawesi selatan
Kabupaten / provinsi
2008
2009
2010
(1)
(2)
(3)
(4)
bantaeng
53,12
54,59
54,34
Sulawesi-selatan
59,48
57,89
57,53
Dalam table 17 ; bahwa tingkat keterantungan penduduk kabupaten Bantaeng sekitar 55 sedangkan Sulawesi Selatan sekitar 58 persen. Artinya, di kabupaten bantaeng dalam 100 orang produktif menaggung beban social ekonomi sekitar 55 orang yang tidak produktif ; dengan kata lain  bahwa dalam 1 keluarga yang beranggotakan 6 orang terdapat 2 orang yang berusia produktif (bekerja), sehingga orang tersebut harus memikul tanggung jawab secara ekonomi
D.          Analisa perbandingan kependudukan Indonesia dan Kabupaeten Bantaeng tahun 2010.
Table 18                         Penduduk Indonesia Tahun 2010
umur
Jumlah
laki-laki
Perempuan
0 - 4
9.980.000
9.710.000
5 - 9
9.880.000
9.650.000
10 - 14
9.810.000
9.590.000
15 - 19
10.600.000
10.390.000
20 - 24
10.980.000
10.800.000
25 - 29
10.570.000
10.370.000
30 - 34
10.390.000
10.040.000
35 - 39
9.270.000
8.980.000
40 - 44
8.020.000
7.970.000
45 - 49
6.840.000
6.940.000
50 - 54
5.890.000
6.100.000
55 - 59
4.500.000
4.850.000
60 - 64
3.180.000
3.550.000
65 - 69
2.520.000
2.990.000
70 - 74
1.810.000
2.300.000
75+
1.610.000
2.290.000
total
115.850.000
116.52.0000
Grafik 6           piramida penduduk Indonesia tahun 2010

Table 19          jumlah penduduk Kab. Bantaeng tahun 2010

Kelompok umur

Penduduk

Sex
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
0 – 4
8.088
7.916
16.004
102,2
5 – 9
9.599
9.033
18.632
106,3
10 – 14
9.580
9.323
18.903
102,8
15 – 19
7.318
7.528
14.846
97,2
20 – 24
6.688
7.594
14.282
88,1
25 – 29
7.723
8.791
16.514
87,9
30 – 34
7.191
7.818
15.009
92,0
35 – 39
6.916
7.466
14.382
92,6
40 – 44
5.720
6.461
12.181
88,5
45 – 49
4.703
5.081
9.784
92,6
50 – 54
3.782
3.860
7.642
98,0
55 – 59
2.562
2.782
5.344
92,1
60 – 64
2.064
2.441
4.505
84,6
65 +
3.657
5.014
8.671
72,9
Jumlah
85.591
91.108
176. 699
93,9


Grafik 7                       piramida penduduk kabupaten Bantaeng tahun 2010

Dari Tabel 18 dapat diketahui jumlah penduduk Indonesia terus mengalami  pertambahan penduduk. Jika kita melihat diagram piramida penduduk Indonesia berdasaarkan usia penduduk tahun 2010 maka dapat diketahi bahwa penduduk Indonesia pada tahun 2010 maka dapat dikatakan laju penduduknnya di akibatkan oleh angka kelahiran yang sangat tinggi. Dan jumlah penduduk pada usia 65 + sangat minim, hal ini di sebabkan keterbatasan pemerintah dalam menangani angka kelahiran dan dan angka kemaatian penduduk, Dan pada table 18 ;  kita dapat melihat dimana penduduk pada usia 0-10 tahun telah mengalami penyusutan dari tahun – tahun sebelumnya, hal ini merupakan sebuah akibat dari upaya pemerintah dalam menekan angka kependudukan melalui penekanan angka kelahiran.
                    Pada awal tahun 1980 –an, peremerintah kemudian mencanagkan program Keluarga Berencana (KB) sebagai upaya menekan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia. Dan pemerintah banyak mencanangkan program pembangunan hal kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dan hasilnya dapat dilihat dari piramida kependudukan Indonesia pada grafik 7.
                    Berbeda dengan gambaran piramida penduduk Indonesia, pada grafik 8 ; pramida penduduk kabupaten bantaeng tahun 2010, dapat dilihat dimana bentuknya lebih acak, dengan angka kelahiran yang masih cukup tinggi jika dilihat penduduk pada usia 0-14 tahun, mamun pada penduduk usia produktifnya mengalami penyusutan. Berbeda dengan piramida penduduk Indonesia yang dimana penumpukan penduduk terjadi pada usia produktif. Dalam hal ini Kabupaten bantaeng yang secara umum mata pencaharian penduduknya merupakan petani justru kekurangan penduduk pada usia produktifnya, maka dapat berpengaruh besar pada angka ketergantungan penduduknya. Dan pada penduduk kabupaten bantaeng dengan usia lanjut presentasnya lebih besar dibandingkan penduduk Indonesia.


Table 20          perbandingan penduduk Indonesia dan Kab. Bantaeng dengan beberapa kategori tahun 2010.
Kategori
Indonesia
Bantaeng
penduduk 2010
presentase
penduduk 2010
presentase
Balita (0 – 4 tahun )
19.690.000
8.47
16.004
9.06
Anak ( 5 – 9 tahun)
19.530.000
8.4
18.632
10.54
Remaja  (10 – 19)
40.390.000
17.38
33.749
19.10
Dewasa  ( 20 – 29)
42.720.000
18.38
30.796
17.43
Wus  ( 15 – 49 )
65.490.000
50.94
50.379
55.30
Penduduk Usia kerja ( 15 + )
177.500.000
74.77
114.489
64.79
Usia lanjut   ( 60 + )
20.250.000
8.71
8.671
4.91
jumlah penduduk
232.370.000

176.699



Grafik 8           perbandingan penduduk Indonesia dan bantaeng tahun 2010


Pada table 20 dan grafik 9 merupakan gambaran perbandingan penduduk kabupaten Bantaeng dan Indonesia,  pada penduduk usia kerja Indonesia dengan presentase 75% dan kab.bantaeng 65%. Dan pada data diatas dapat dilihat bahwa angka kelahiran pada kbupatren bantaeng terkesan lebih besar Dari angka kelahiran di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada presentase penduduk balita dan anak pada grafik diatas.
SIMPULAN DAN SARAN
A.    Simpulan
Dalam era globalisasi saat ini dimana perubahan teknologi dan perkembangan IPTEK turut memberikan pengaruh yang besar terhadap laju pertumbuhan penduduk di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada Khususnya..         
Indonesia merupakan salah satu Negara di Benua Asia dengan jumlah penduduk berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010 mencapai 237,641,326 yang terdiri atas 119,630,913 penduduk laki-laki dan 118,010,413 penduduk perempuan. Indonesia memiliki laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, dalam hal ini dimana penduduk Indonesia yang tiap tahunnya terus bertambah.
Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun 2000. Artinya, setiap tahun selama periode 2000-2010, jumlah penduduk bertambah 3,25 juta jiwa. Jika di alokasikan ke setiap bulan maka setiap bulannya penduduk Indonesia bertambah sebanyak 270.833 jiwa atau sebesar 0,27 juta jiwa.
Berdasarkan jumlah tersebut, maka setiap harinya penduduk Indonesia bertambah sebesar 9.027 jiwa. Dan setiap jam terjadi pertambahan penduduk sebanyak 377 jiwa. Bahkan setiap detik jumlah pertambahan penduduk masih tergolong tinggi yaitu sebanyak 1,04 (1-2 jiwa). Pertambahan penduduk di Indonesia umumnya (bahkan bisa dikatakan 99,9 persen) disebabkan oleh kelahiran, sisanya berupa migrasi masuk. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa dalam 1 detik di Indonesia terjadi kelahiran bayi sebanyak 1-2 jiwa.
Setiap keluarga umumnya mendambakan anak, karena anak adalah harapan atau cita-cita dari sebuah perkawinan. Berapa jumlah yang diinginkan, tergantung dari keluarga itu sendiri. Apakah satu, dua tiga dan seterusnya. Dengan demikian keputusan untuk memiliki sejumlah anak adalah sebuah pilihan, yang mana pilihan tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai yang dianggap sebagai satu harapan atas setiap keinginan yang dipilih oleh orang tua.
Ekonomi kependudukan mikro, yaitu dari sudut pandangan orang tua atau dari satuan keluarga telah menganggap anak sebagai barang konsumsi tahan lama seperti mobil, rumah, televisi dan sebagainya, yang dapat memberikan kepuasan dalam waktu yang lama. Setiap orang (dalam hal ini orang tua), telah memiliki sumber-sumber yang terbatas dan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan kepuasan dengan memilih antara berbagai barang, termasuk pilihan jumlah anak yang diinginkan. Dengan pendekatan ini sulit diterangkan mengapa meningkatnya penghasilan justru menyebabkan turunnya fertilitas. Salah satu jawabannya adalah bahwa dengan meningkatnya penghasilan, orang tua ingin agar anaknya bependidikan lebih tinggi, sehingga mereka lebih memilih kualitas dari pada kuantitas anak (Jones dalam Lucas; 1990). Dasar pemikiran yang utama dari teori transisi demografi adalah bahwa sejalan dengan diadakannya pembangunan sosial ekonomi, maka keinginan mempunyai anak lebih merupakan suatu proses ekonomis daripada proses biologi .
Menurut pendekatan lain yang lebih sesuai dengan keadaan di negara berkembang, anak dianggap sebagai barang investasi atau aktivaekonomi. Orang tua berharap kelak menerima manfaat ekonomi dari anak. Manfaat ini akan nampak jika anak bekerja tanpa upah di sawah atau usaha milik keluarga atau memberikan sebagian penghasilannya kepada orang tua ataupun membantu keuangan orang tua . Bila anak dianggap sebagai barang konsumsi yang tahan lama atau barang investasi, maka perlu dipikirkan berapa nilainya. Ada dua macam beban ekonomi anak menurut Robinson dan Horlacher yaitu ; beban finansial atau biaya pemeliharaan langsung, yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan oleh orang tua untuk makanan, pakaian, rumah, pendidikan dan perawatan kesehatan anak; dan biaya alternatif (opportunity cost) atau biaya tidak langsung yaitu biaya yang dikeluarkan atau penghasilan yang hilang karena mengasuh anak. Apabila seorang isteri melepaskan pekerjaannya ketika anak-anak masih kecil, maka orang tua akan kehilangan gaji yang seharusnya diterima jika istri bekerja. Bila seorang istri terus bekerja, ia harus membayar biaya pengasuhan anak dan ini juga merupakan biaya aternatif.
Menurut Judith Blake dalam Robinson mengatakan masalah ekonomi adalah masalah sekunder bukan masalah normative, jika kaum miskin mempunyai anak lebih banyak dari pada kaum kaya, hal ini disebabkan karena kaum miskin lebih kuat dipengaruhi oleh norma-norma pronatalis dari pada kaum kaya.
Di Indonesia,  sebagaimana kondisi negara-negara berkembang lainnya, kemiskinan merupakan salah satu masalah yang masih menjadi primadona. Kemiskinan merupakan ancaman pembangunan yang tidak bisa diremehkan karena kemiskinan merupakan akar dari berbagai permasalahan sosial yang apabila tidak disikapi dengan teliti akan bermetamorfosis menjadi masalah kriminalitas. Oleh karena itu, pada level tertentu, kemiskinan bukan lagi masalah pemerintah dan mereka yang hidup pada garis kemiskinan tetapi juga menjadi masalah masyarakat secara umum.
Tak lepas dari itu Kabupaten Bantaeng yang terletak di propinsi Sulawesi Selatan juga merupakan daerah yang tiap tahunnya terjadi pertambahan penduduk. Dengan jumlah penduduk yang pada tahun 2010 yaitu mencapai 176,708 jiwa. Hal ini dipengaruhi oleh angka kelahiran, kemeatian (mortalitas ) dan migrasi di kabupaten Bantaeng itu sendiri. Dan tentunya ini sangat berhubungan dengan kondisi demografi kabupaten bantaeng.